• Profil
  • Redaksi
  • Pedoman
  • Kirim Tulisan
  • Pasang Iklan
Sabtu, Mei 17, 2025
TAJDID.ID
  • Liputan
    • Internasional
    • Nasional
    • Daerah
      • Pemko Binjai
    • Pemilu
      • Pilkada
    • Teknologi
    • Olah Raga
    • Sains
  • Gagasan
    • Opini
    • Esai
    • Resensi
  • Gerakan
    • Muhammadiyah
      • PTM/A
      • AUM
      • LazisMu
      • MDMC
      • MCCC
    • ‘Aisyiyah
    • Ortom
      • IPM
      • IMM
      • Pemuda Muhammadiyah
        • KOKAM
      • Nasyiatul ‘Aisyiyah
      • Hizbul Wathan
      • Tapak Suci
    • Muktamar 49
  • Kajian
    • Keislaman
    • Kebangsaan
    • Kemuhammadiyahan
  • Jambangan
    • Puisi
    • Cerpen
  • Tulisan
    • Pedoman
    • Tilikan
    • Ulasan
    • Percikan
    • MahasiswaMu Menulis
  • Syahdan
  • Ringan
    • Nukilan
    • Kiat
    • Celotehan
  • Jepretan
    • Foto
No Result
View All Result
  • Liputan
    • Internasional
    • Nasional
    • Daerah
      • Pemko Binjai
    • Pemilu
      • Pilkada
    • Teknologi
    • Olah Raga
    • Sains
  • Gagasan
    • Opini
    • Esai
    • Resensi
  • Gerakan
    • Muhammadiyah
      • PTM/A
      • AUM
      • LazisMu
      • MDMC
      • MCCC
    • ‘Aisyiyah
    • Ortom
      • IPM
      • IMM
      • Pemuda Muhammadiyah
        • KOKAM
      • Nasyiatul ‘Aisyiyah
      • Hizbul Wathan
      • Tapak Suci
    • Muktamar 49
  • Kajian
    • Keislaman
    • Kebangsaan
    • Kemuhammadiyahan
  • Jambangan
    • Puisi
    • Cerpen
  • Tulisan
    • Pedoman
    • Tilikan
    • Ulasan
    • Percikan
    • MahasiswaMu Menulis
  • Syahdan
  • Ringan
    • Nukilan
    • Kiat
    • Celotehan
  • Jepretan
    • Foto
No Result
View All Result
tajdid.id
No Result
View All Result

Ghirah

M. Risfan Sihaloho by M. Risfan Sihaloho
2020/08/07
in Opini, Tilikan
1
Ghirah

Ilustrasi kebangkita ghirah umat Islam.

Bagikan di FacebookBagikan di TwitterBagikan di Whatsapp

Oleh: M. Risfan Sihaloho

Jika agamamu, nabi dan al-Quran kitab sucimu dipersenda, dihinakan orang kamu berdiam diri sahaja, bermakna ghirah telah luput dari dirimu. Sedarlah bahawa, ghirah dan cemburu kerana syaraf dan agama adalah pakaian yang tidak boleh ditanggal. Kalau akan ditanggal juga, gantinya hanya satu, ia itu kain kaan tiga lapis. Sebab kehilangan cemburu samalah dengan mati.

Haji Abdul Malik Karim Amrullah atau lebih populer dipanggil Buya Hamka adalah seorang ulama dan satrawan besar yang dikenal sangat produktif menghasilkan karya-karya monumental. Dan hingga kini, karya-karya Buya Hamka tersebut masih ramai diperbincangkan dan dijadikan rujukan oleh umat Islam.

“Ghirah dan Tantangan Terhadap Islam” adalah salah satu buku yang dikarang oleh Buya Hamka. Kendati tipis dan tidak sebanding dengan koleksi karya kolosalnya yang telah jadi magnum opus,  seperti Tafsir Al Azhar, namun sesungguhnya buku ini memiliki kandungan yang sangat luar biasa.

Sampul Buku GHIRAH DAM TANTANGAN TERHADAP ISLAM karya Buya Hamka.

Di dalam buku yang diterbitkan pada awal tahun 1980-an tersebut, Buya Hamka berhasil meksplorasi secara mendalam makna yang terkandung dalam terminologi “ghirah”. Dengan bahasa yang lugas dan enak dibaca, Buya Hamka secara gamblang  mengupas masalah-masalah seputar ghirah dan mengaitkannya dengan kasus-kasus yang terjadi pada waktu itu di republik ini.

Kandungan buku ini sangat inspiratif dan masih sangat relevan dijadikan bahan renungan dan pelajaran bagi ummat Islam di era sekarang ini.

Pada prolog buku tersebut, Buya Hamka mengawali uraiannya dengan sebuah kasus yang dijumpainya di Medan pada tahun 1938.

Syahdan. Seorang pemuda ditangkap karena membunuh seorang pemuda lain yang telah berbuat tidak senonoh dengan saudara perempuannya. Sang pemuda pembunuh itu pun dihukum 15 tahun penjara.

Akan tetapi, tidak sebagaimana narapidana pada umumnya, sang pemuda menerima hukuman dengan kepala tegak, bahkan penuh kebanggaan. Pemuda itu punya keyakinan, 15 tahun di penjara karena membela kehormatan keluarga jauh lebih mulia daripada hidup bebas 15 tahun dalam keadaan membiarakan saudara perempuannya berbuat hina dengan orang.

 

Lewat kisah di atas, Buya Hamka ingin menjelaskan tentang makna ghirah yang sebenarnya. Menurutnya, ghirah adalah sebentuk perasaan cemburu dalam beragama. Ghirah adalah ekspresi cemburu karena Allah SWT. Pada hakikatnya, respon umat Islam tatkala mendapat perlakuan tidak adil, dideskreditkan, difitnah dan dizalimi hanyalah bentuk dari ghirah terhadap agamanya sendiri. Dan hal tersebut wajar dan penting dimiliki oleh ummat Islam.

Ghirah, cemburu dan siri bukan sahaja milik orang Islam, atau pemimpin Islam, yang selalunya dilabelkan sebagai fanatik. Kerana hal ini terdapat pada segala bangsa dan agama, juga tokoh dan pemimpin mereka. Sebab cemburu adalah kesan daripada maruah yang tinggi. Cemburu adalah perhiasan yang laksana mahkota terletak di keningnya yang memancarkan cahaya bagi sejarahnya.

Bila dicermati, dalam konteks sejarah peradaban Indonesia, sesungguhnya suku-suku lain di negeri ini pun memiliki spirit ghirah yang tidak kalah tingginya dalam menjaga kehormatan.

Buya Hamka mengungkapkan, sebenarnya bangsa-bangsa kolonial Barat sudah lama mengetahui sifat ghirah yang dimiliki oleh suku-suku di Indonesia. Mereka telah berkali-kali dikejutkan dengan ringannya tangan orang Bugis untuk membunuh orang kalau kehormatannya disinggung.

Demikian pula orang Madura, jika dipenjara karena membela kehormatan diri, setelah bebas dari penjara ia akan disambut oleh keluarganya, dibelikan pakaian baru dan sebagainya. Orang Melayu pun dikenal gagah perkasa kalau sampai harga dirinya disinggung. Bila malu telah ditebus, biasanya mereka akan menyerahkan diri pada polisi dan menerima hukuman yang dijatuhkan dengan baik.

Begitu juga, di masa lalu anak-anak perempuan di ranah Minang betul-betul dijaga. Para pemuda biasa tidur di surau untuk menjaga kampung, salah satunya untuk menjaga agar anak-anak gadis tidak terjerumus dalam perbuatan atau pergaulan yang menodai kehormatan kampung. Pergaulan antara lelaki dan perempuan dibolehkan, namun ada batas-batas tegas yang jangan sampai dilanggar. Kalau ada minat, boleh disampaikan langsung kepada orang tua.

Buya Hamka menegaskan, kalau ghirah, cemburu dan siri yang sejati tidak ada, nescaya kita akan dijajah orang kembali, bukan sahaja penjajahan dari bangsa asing bahkan daripada golongan yang kuat kepada yang lemah, daripada golongan yang merasa dirinya berkuasa kepada golongan yang tidak mempunyai kuasa apa-apa, selain dari keadilan sejati dan kebenaran sejati.

Maka kalau tidak berani lagi mempertahankan keadilan dan kebenaran, bererti bahawa diri telah punah, dan punah pulalah kemerdekaan.

Sejarah juga mencatat, pada zaman Rasulullah SAW dulu pernah ada juga kejadian dahsyat yang berawal dari suatu peristiwa (yang mungkin dianggap) sepele saja.

Al-kisah, seorang perempuan datang membawa perhiasannya ke seorang tukang sepuh Yahudi dari kalangan Bani Qainuqa’. Selagi tukang sepuh itu bekerja, ia duduk menunggu. Datanglah sekelompok orang Yahudi meminta perempuan itu membuka penutup mukanya, namun ia menolak. Tanpa sepengetahuannya, si tukang sepuh diam-diam menyangkutkan pakaiannya, sehingga auratnya terbuka ketika ia berdiri. Jeritan sang Muslimah, yang dilatari oleh suara tawa orang-orang Yahudi tadi, terdengar oleh seorang pemuda Muslim. Sang pemuda dengan sigap membunuh si tukang sepuh, kemudian ia pun dibunuh oleh orang-orang Yahudi.

Perbuatan yang mungkin pada awalnya dianggap sebagai candaan saja, dianggap sebagai sebuah insiden serius oleh kaum Muslimin. Rasulullah SAW pun langsung memerintahkan pengepungan kepada Bani Qainuqa’ sampai mereka menyerah dan semuanya diusir dari kota Madinah.

Lebih jauh Buya Hamka menjelaskan, sesungguhnya ghirah itu merupakan bagian dari ajaran agama. Pemuda Muslim yang membela saudarinya dari gangguan orang-orang Yahudi Bani Qainuqa’ menjawab jerit tangisnya karena adanya ikatan aqidah yang begitu kuat. Menghina seorang Muslimah sama dengan merendahkan umat Islam secara keseluruhan.

Ghirah adalah konsekuensi iman itu sendiri. Orang yang beriman akan tersinggung jika agamanya dihina, bahkan agamanya itu akan didahulukan daripada keselamatan dirinya sendiri. Bangsa-bangsa penjajah pun telah mengerti tabiat umat Islam yang semacam ini. Perlahan-lahan, dikulitinyalah ghirah umat. Jika rasa cemburunya sudah lenyap, sirnalah perlawanannya.

Bahkan Buya Hamka mengkritik keras umat Muslim yang memuji-muji Mahatma Gandhi tanpa pengetahuan yang memadai. Gandhi memang dikenal luas sebagai tokoh perdamaian yang menganjurkan sikap saling menghormati di antara umat beragama, bahkan ia pernah mengatakan bahwa semua agama dihormati sebagaimana agamanya sendiri.

Pada kenyataannya, Gandhi berkali-kali membujuk orang-orang dekatnya yang telah beralih kepada agama Islam agar kembali memeluk agama Hindu. Kalau tidak dituruti keinginannya, Gandhi rela mogok makan. Itulah sikap sejatinya, yang begitu cemburu pada Islam, sehingga tidak menginginkan Islam bangkit, apalagi memperoleh kemerdekaan dengan berdirinya negara Pakistan.

Sekarang, setelah hampir 4 dekade kita ditinggalkan oleh Buya Hamka, tidak bisa dipungkiri bahwa kondisi umat Islam justru mengalami krisis ghirah yang sangat parah.

Meskipun jadi mayoritas di negeri ini, namun kondisi umat Islam begitu menyedihkan. Lihatlah, umat Islam terus menerus dideskriditkan, dimarjinalisir, difitnah dan dizalimi oleh kelompok-kelompok tertentu yang benci terhadap Islam.

Dan mirisnya, dikarenakan ghirah yang dimiliki sudah memudar sedemikian rupa, maka untuk menghadapi kenyataan tersebut ummat Islam justru tidak bisa berbuat banyak.

Dan yang lebih memprihatinkan lagi, dengan memudarnya ghirah tersebut, banyak pihak lain yang kemudian “layas” terhadap umat Islam.

***

Dari kenyataan tersebut, jika umat Islam ingin bangkit dan kembali ingin dihargai di republik ini, maka  umat Islam harus mau dan mampu merevitalisasi elan ghirahnya. Dengan menggelorakan ghirah, insya Allah umat Islam akan merebut kembali jatidiri dan martabatnya.

Begitu vital dan urgennya ghirah ini, sampai-sampai Buya Hamka melontarkan ultimatum keras sebagai bahan renungan bagi kita umat Islam; “Dan apabila Ghirah telah tak ada lagi, ucapkanlah takbir empat kali ke dalam tubuh ummat Islam itu. Kocongkan kain kafannya lalu masukkan ke dalam keranda dan hantarkan ke kuburan”. (*)


 

 

 

 

 

 

Tags: Buya Hamkacemburu karena AllahGhirahghirah islamghirah ummat islam
Previous Post

Apa yang Dikejar?

Next Post

Gurindam Dua Belas

Related Posts

Buya Hamka dan Moral Intelektual

Buya Hamka dan Moral Intelektual

29 April 2023
307
Pancasila Ibarat Angka 10.000

Pancasila Ibarat Angka 10.000

1 Juni 2021
1k
Terlena

Terlena

11 Desember 2020
101
Ghirah

Ghirah

3 September 2019
1.1k
Milad 110 Muhammadiyah Perkokoh Ghirah dan Gerak Persyarikatan

Milad 110 Muhammadiyah Perkokoh Ghirah dan Gerak Persyarikatan

9 Agustus 2019
237
Kolaborasi Orang Tua dan Pemuda

Kolaborasi Orang Tua dan Pemuda

22 Juli 2019
829
Next Post
Gurindam Dua Belas

Gurindam Dua Belas

Comments 1

  1. Ping-balik: KEGAIRAHAN DALAM BERIMAN – Galeri Aksara

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

TERDEPAN

  • Tiga Puisi Tentang Nabi Muhammad SAW Karya Taufiq Ismail

    Tiga Puisi Tentang Nabi Muhammad SAW Karya Taufiq Ismail

    50 shares
    Share 20 Tweet 13
  • Said Didu Ingin Belajar kepada Risma Bagaimana Cara Melapor ke Polisi Biar Cepat Ditindaklanjuti

    42 shares
    Share 17 Tweet 11
  • Din Syamsuddin: Kita Sedang Berhadapan dengan Kemungkaran yang Terorganisir

    39 shares
    Share 16 Tweet 10
  • Putuskan Sendiri Pembatalan Haji 2020, DPR Sebut Menag Tidak Tahu Undang-undang

    36 shares
    Share 14 Tweet 9
  • Kisah Dokter Ali Mohamed Zaki, Dipecat Usai Temukan Virus Corona

    36 shares
    Share 14 Tweet 9

© 2019 TAJDID.ID ~ Media Pembaruan & Pencerahan

Anjungan

  • Profil
  • Redaksi
  • Pedoman
  • Kirim Tulisan
  • Pasang Iklan

Follow Us

No Result
View All Result
  • Liputan
    • Internasional
    • Nasional
    • Daerah
      • Pemko Binjai
    • Pemilu
      • Pilkada
    • Teknologi
    • Olah Raga
    • Sains
  • Gagasan
    • Opini
    • Esai
    • Resensi
  • Gerakan
    • Muhammadiyah
      • PTM/A
      • AUM
      • LazisMu
      • MDMC
      • MCCC
    • ‘Aisyiyah
    • Ortom
      • IPM
      • IMM
      • Pemuda Muhammadiyah
      • Nasyiatul ‘Aisyiyah
      • Hizbul Wathan
      • Tapak Suci
    • Muktamar 49
  • Kajian
    • Keislaman
    • Kebangsaan
    • Kemuhammadiyahan
  • Jambangan
    • Puisi
    • Cerpen
  • Tulisan
    • Pedoman
    • Tilikan
    • Ulasan
    • Percikan
    • MahasiswaMu Menulis
  • Syahdan
  • Ringan
    • Nukilan
    • Kiat
    • Celotehan
  • Jepretan
    • Foto

© 2019 TAJDID.ID ~ Media Pembaruan & Pencerahan

Login to your account below

Forgotten Password?

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In