Sore ini seorang jurnalis mengajukan pertanyaan terkait protokol kesehatan. Jurnalis itu berkata “saya minta pendapat bapak mengenai masalah protokol kesehatan di kota medan ini. Saya lihat masyarakat di kota Medan sudah mulai mengabaikan protokol kesehatan seperti tidak menjaga jarak, tidak memakai masker lagi. Padahal kota Medan masih zona merah.
Pak ditunggu ya jawabannya. Soalnya deadlinenya cepat. Izin nanti komentar bapak tambahi dikit soal pergantian diksi new normal ke adaptasi ke kebiasaan baru. Bagaimana bapak melihat itu.
Review Pemberitaan
Kota Medan akhir-akhir ini menjadi sorotan khususnya setelah kunjungan Mendagri Tito Carnavian yang diberitakan kaget.“Kaget Menengok Aktivitas Warga Medan, Mendagri Tito Karnavian: Sudah New Normal Ya?” Aktivitas warga yang ramai membuat Tito bertanya “apakah Kota Medan sudah menerapkan new normal”. (Lihat: https://sumut.indozone.id/news/pQsVkbM/kaget-menengok-aktivitas-warga-medan-mendagri-tito-karnavian-sudah-new-normal-ya)
Apakah hal ini pertanda protokol covi-19 tidak lagi diindahkan oleh warga kota Medan?
Menurut saya apa yang terjadi di Medan adalah bagian integral yang mencermikan Indonesia secara keseluruhan. Maksudnya ialah bahwa yang terjadi di Medan adalah hal yang terjadi hampir di seluruh wilayah Indonesia. Juga mencerminkan pemahaman, sikap dan tindakan masyarakat dan pemerintahnya sekaligus.
Review Sikap Nasional
Dari awal sekali pemerintah memberi kesan kurang serius dan bahkan pernah memanfaatkan wabah ini sebagaibahan candaan sebelum dinyatakan sebagai bencana nasional non-alam. Pemerintah pun terlihat kurang konsepsional termasuk dalam melahirkan terminologi social distancing yang diperkenalkan. Rakyat yang bekum faham istilah ini kemudian bingung lagi ketika terminologi baru diperkenalkan, yakni phisical distancing.
Rakyat juga lamban laun berusaha memahami konsep PSBB dan mengapa konsep ini bertanding di lapangan dengan termonologi lock down. Dalam keadaan semua konsepdan terminologi itu belum jelas di benak rakyat, kini muncul lagi istilah new normal yang dibayang-bayangi oleh kecanggungan dengan adanya istilah tatanan normal baru dan adaptasi kebiasaan baru.
Apa Kata Data?
Berikut saya lampirkan data terakhir peta Covid-19 Indonesia. Kelihatannya tren kurva belum melandai. Bahkan jika melihat angka pada awal bulan ini khususnya pekan kedua, ada peningkatan cukup mengejutkan.
Secara berurutan Jawa Timur menempati urutan teratas (paling parah) disusul DKI Jakarta. Sedangkan Sumatera Utara berada pada urutan ke delapan; dan tiga daerah dengan angka paling kecil covid-19 ialah Aceh, Nusa Tenggara Timur dan Jambi.
Ada tanda-tanda serius kekhawatiran secara nasional dan jika ditelaah lebih parsial terdapat daerah-daerah tertentu yang sangat mencemaskan.
Selain Jawa Timur dan DKI Jakarta, rupanya Solo kini munculkan sebagai salah satu daerah dengan tanda-tanda paling mencemaskan.
Detik hari ini menurunkan berita “Solo Zona Hitam, Lion Air Bikin Rapid Test di Bandara Adi Soemarmo”. (Lihat https://travel.detik.com/travel-news/d-5091727/solo-zona-hitam-lion-air-bikin-rapid-test-di-bandara-adi-soemarmo). Dikhabarkan peningkatan kasus COVID-19 yang meningkat drastis hingga mencapai penambahan 18 orang pada hari Minggu kemarin (12/7) ini menyebabkan Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 menyebut Kota Solo tak hanya kembali ke zona merah, namun memasuki status baru sebagai “zona hitam”.
Data yang ada hingga kini diperoleh bukan dari sebuah upaya sistematis mentest (testing) kepada seluruh rakyat. Dengan demikian data-data yang mirip dengan temuan insidental, yang tidak dihasilkan oleh test kepada seluruh rakyat, tidak mencerminkan keseluruhan masalah.
Karena itu sukar sekali membuat prediksi berdasarkan data seperti itu. Makin sukar lagi untuk berharap kurva landai ke depan.
Imunitas dan Warisan Ketabiban Leluhur
Meski pun tak dinyatakan secara tegas, kelihatannya kondisi aktual di Indonesia sangat mirip dengan konsep herd immunity. Saya tidak setuju dengan konsep itu, namun jika itulah yang akan dipilih maka program untuk menumbuhkan immunitas rakyat harus dikedepankan. Di antaranya bagikan secara teratur vitamin B, D, E, C atau yang direkomendasikan ahli kesehatan kepada seluruh rakyat. Pastikan tak seorang pun yang tak kebagian sambil mengintensifkan program pencegahan lainnya termasuk pengetatan protokol, kualitas perawatan medis termasuk stretegi isolasi.
Indonesia memiliki kekayaan hasanah medis tradisional. Itu jangan sekali-kali dimusuhi. Kembangkan dan bimbing rakyat yang memiliki warisan itu. Di berbagai belahan dunia keahlian tradisional itu dikembangkan. Jangan khawatir ia akan merontokkan kalkulasi keuntungan perusahaan raksasa kapitalisme farmasi global.
Oktober tahun lalu saya mengikuti sebuah seminar internasional di sebuah kampus di Kuala Lumpur dengan tema Etnisains. Sangat terasa keunggulan ketabiban tradisional yang merujuk kepada nilai kebijakan lokal yang dimiliki oleh seluruh sukubangsa di Indonesia. Ini semakin terasa penting ketika dihubungkan dengan kebelum-pastian kapan obat covid-19 dihasilkan. (*)
Shohibul Anshor Siregar, Dosen FISIP UMSU, Medan