Oleh: Perys El Khodri Nasution
Dalam keadaan perekonomian yang semakin sulit di satu sisi dan di sisi lain nilai uang yang kita miliki atau penghasilan yang kita dapatkan semakin menurun nilainya.
Walaupun demikian, masih ada di antara kita yang masih bisa menyimpan sedikit demi sedikit dan menaruhkan uangnya di bank atau menyimpannya di lemari (dulu juga dilakoni penulis).
Ternyata ada cara yang paling tepat untuk menyimpan uang kita atau mempertahankan aset kita dengan membelikannya ke emas (lebih disarankan kepada emas batangan dan milik BUMN), yang mana hal tersebut sudah diajarkan sejak zaman Khalifah (penulis lupa nama khalifahnya) dengan menyimpan uang dinar.
Investasi emas tujuannya untuk menjaga nilai aset kita yang selama ini tersimpan dalam bentuk uang kertas yang nilainya tiap tahun menurun.
Bahkan investasi dalam bentuk kenderaan serta perlengkapan rumah tangga juga sangat menggerus nilai. Dan yang bisa mengimbangi nilai modal yang kita invest cuma tanah dan rumah, tapi sifatnya tidak likuid, tidak mudah dicairkan.
Bila kita tilik lagi sejarah, ternyata penggunaan dinar dan dirham sudah berlaku sebelum zaman Rasulullah, dimana pada saat itu sudah ada pedagang Arab yang melakukan perdagangan hingga ke negeri Romawi dan selanjutnya diadopsi Rasulullah.
Dinar sendiri berasal dari kata dalam bahasa Romawi Denarus dan Dirham berasal dari Drachma.
Dirham merupakan koin yang terbuat logam emas sedangkan dinar merupakan koin yang terbuat dari logam perak. Di negara-negara Timur Tengah, Dinar dan dirham sudah dikenal sebagai alat tukar yang resmi selama berabad-abad di. Ini merupakan warisan dari agama Islam.
Secara umum, dinar memiliki arti sebagai koin emas seberat 22 karat dengan berat 4.25 gram. Sementara itu, saudara kembarnya yakni dirham memiliki arti koin perak murni dengan berat 2.975 gram.
Kini, dua keping emas dan perak ini mulai dilirik sebagai alternatif investasi. Ini karena kedua koin ini terbuat dari logam mulia. (*)