Oleh: Dr Arwin Juli Rakhmadi Butar-butar MA, Doktor di bidang Filologi-Astronomi lulusan “Institute of Arab Research and Studies” Cairo, Mesir. Aktivitasnya saat ini adalah dosen tetap Fakultas Agama Islam UMSU, dan saat ini diamanahi menjadi Kepala Observatorium Ilmu Falak Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (OIF UMSU).
Hari ini (tahun 2020), Indonesia dan hampir seluruh Negara-negara di dunia mengalami wabah pandemik bernama Covid-19. Patut dicatat, fenomena wabah sejatinya telah terjadi berulangkali sepanjang sejarah umat manusia. Berbagai catatan sejarah melalui literasi tulis yang ada memberi informasi tentang hal itu.
Dalam sejarah, para dokter mendeskripsikan wabah- wabah yang terjadi dalam tinjauan medis, lalu dicarikan solusi dan penanganannya secara medis pula. Hal ini menginisiasi munculnya teknik-teknik pengobatan dan obat-obatan yang relevan untuk penyakit (wabah) tersebut. Sementara itu para fukaha dan ahli agama juga ikut memberi kontribusi dari sisi hukum dan hikmah wabah itu.
Para fukaha juga berperan menangkis pemahaman- pemahaman yang berkembang bahwa wabah tersebut merupakan konspirasi makhluk halus sehingga memerlukan terapi supranatural.
Selain itu, para ahli agama (fukaha atau ulama) juga berperan mengedukasi masayarakat setiap kali terjadi wabah untuk senantiasa mendekatkan diri kepada Allah dengan memperbanyak taubat, istigfar, sabar, dan rida, serta menerima dan menyadari sepenuhnya semua adalah ketentuan Allah.
Khusus fenomena Tha’un (penyakit menular global), sejatinya telah terjadi berulang kali sepanjang sejarah, hal ini sebagaimana telah tercatat dalam buku-buku sejarah yang menginformasikan tentang kapan dan dimana saja wabah Tha’un itu pernah terjadi, berapa jumlah orang yang meninggal dunia disebabkan wabah itu, bagaimana respons masyarakat ketika itu, dan lain-lain.
Bahkan, beberapa literatur tentang wabah adakalanya ditulis karena memang telah terjadi dan menimpa dirinya atau kerabatnya. Misalnya, Ibn Hajar (w. 852 H/1448 M) yang kehilangan 3 putrinya dalam sebuah tragedi pandemi. Lalu Ibn al-Wardy (w. 749 H/1348 M) yang wafat dalam sebuah wabah yang terjadi di Aleppo dan kawasan lainnya (sejak tahun 742 H sampai tahun 749 H/1348 M). Lalu Taj ad-Din as-Subky (w. 771 H/1369 M) yang wafat dalam salah satu peristiwa pandemi, dan lain-lain.
Berikut ini dikemukakan tahun-tahun peristiwa
terjadinya wabah (sejak abad ke-1 H/7 M sampai abad ke-14 H/20 M) yang dikutip dari berbagai sumber. Juga, dikemukakan karya-karya tulis tentang wabah-pandemik sebagai ditulis oleh para dokter dan ulama.
Abad 1 H/7 M
- Tha’un Syairawiyah di Mada’in (Persia) pada tahun ke- 6 H/627 M yaitu di zaman Nabi Saw.
- Tha’un ‘Amwas (nama desa antara Quds dengan Ramlah) tahun 17 H/638 M atau tahun 18 H/639 M yaitu di Syam, yang merenggut 25 ribu orang (ada yang mengatakan 30 ribu orang), dimana pada pandemi ini juga banyak menewaskan sejumlah sahabat seperti Abu Ubaidah, Mu’adz bin Jabal, Abu Malik al-‘Asy’ary, Yazid bin Abi Sufyan, al-Harits bin Hisyam, Suhail bin Amr, dan lain-lain.
- Tha’un di Kufah tahun 49 H/669 M.
- Di Hasanah tahun 53 H/673 M, yang menewaskan Ziyad bin Abihi.
- Di Mesir tahun 66 H/686 M.
- Di Basrah tahun 69 H/689 M (ada pendapat yang menyatakan tahun 67 H/687 M, 69 H/689 M, 70 H/690 M, dan 72 H/692 M). Dinamakan juga dengan Tha’un ‘al-Jarif’ yang merenggut puluhan ribu nyawa.
- Di Mesir tahun 85 H/704 M.
- Di Basrah yaitu Tha’un ‘al-fityat’ dan ‘al-‘adzry’ tahun 87 H/706 M (ada pendapat yang menyatakan tahun 82 H/701 M, 84 H/703 M, 85 H/704 M, 86 H/705 M, 87 H/706 M), dinamakan demikian oleh karena sangat banyak orang yang meninggal dunia.
- Tahun 86 H/705 M (yaitu tahun wafatnya Abdul Aziz bin Marwan).
- Lalu Tha’un ‘al-asyraf’, dinamakan demikian karena banyaknya orang-orang mulia yang wafat, yaitu tahun 100 H/718 M.
- Tha’un ‘Ady bin Arthah tahun 100 H/718 M.