Site icon TAJDID.ID

Revolusi Mental Pemuda Desa di Tapanuli Selatan

Suheri Harahap, tokoh pemuda Sumut, putera Tapanuli Selatan.

 

 

 

Oleh : Dr (Cand) Suheri Harahap MSi, Putera Tapanuli Selatan


Tugas kita membangunkan anak muda Tapanuli Selatan (Tapsel) untuk bangkit dari tidurnya, agar tidak larut dalam mimpi. Jangan sampai badan tak mau kerja, tak berkeringat, tak olah raga, pikiran picik, sempit, menunggu makan sarapan pagi dihidangkan orang tua, tinggal makan. Ini zaman susah cari uang, susah cari kerja, susah sekolah biaya mahal, sementara tanah2 kita masih butuh dikelola, jangan sampai orang luar bisa hidup susah, kerja keras berladang, berkebun, anak2 kita malas, banyak kombur, setiap hari di kedai kopi (lopo) membahas lupa kerja.

Dulu ada istilah orang Melayu; kojo tak kojo 1500 kojo 1000 tak kojo 500, bagus tak kojo, setiap hari di kedai kopi kerjanya jual daun. Sekarang zaman teknologi informatika, wifi masuk desa, kemudian akibatnya membuat kita lebih banyak sibuk pegang HP, melihat orang lain di medsos, sehingga lupa ke kebun. Nanti tanah kita habis ditanami orang. Semangat terus menuju perubahan. Revolusi mental generasi muda Tapsel.

Jangan kita cemburu dengan pendatang, mereka terbiasa hidup dengan alam, apa yang ada itu dimakan, jumpa babi, babi dimakan, jumpa harimau, harimau dimakan, mereka tanam sendiri sayur dan kebutuhan hidupnya.

Lebih 20 tahun mereka bertahan hidup demi keberlangsungan generasinya dalam keadaan susah payah. Dulu mereka datang sebagai buruh kebun ( panjago kobun), tak punya pendidikan, mereka sadar akan kegersangan hidup dan kesulitan ekonomi di daerah asal, punya cita-cita merantau sebagai solusi merubah hidup.

Tanah adalah sumber kehidupan yang harus kita jaga demi generasi. Jangan sampai tanah-tanah kita tergadai, terjual demi hidup. Diperlukan mentalitas kerja seperti orang Karo, Batak, Jawa, Nias. Jangan kita iri dengan keberhasilan pendatang di kampung kita sendiri. Dulu tahun 1950 orang Karo baru ada sarjana, sementara kita sudah ada yang hebat-hebat, ada Jenderal Abdul Haris Nasution, banyak pejuang-pejuang kita yang sukses dari tanah Tapsel.

Jangan terus mengenang masa lalu; najolo tano ni opputta do on, tano ulayatta do on, tano ni amatta do on di au, on diho (warisan yang dipersoalkan, sekarang lihatlah tanah dan siapa yang menguasainya.

Tahun 1980 an perusahaan-perusahan besar kelapa sawit, tambang masuk, era industrialisasi dan modernisasi katanya di zaman Orde Baru. Sekarang kita harus lebih maju ditengah lonjakan penduduk, dan besarnya dana APBD, dana desa masuk ke desa. Lalu potensi apa yang menjadi primadona kita dan kenapa pendidikan belum menjadi prioritas dalam memajukan desa atau daerah. (anakki do hamoraon di au).

Ilustrasu kreativitas seni-budaya muda-mudi Tapsel.

Pahamilah, kompetisi hidup semakin sempit dalam pertarungan ekonomi. Jangan sampai anak-anak muda Tapsel menyesal di hari tuanya. Budaya kita Angkola harus dikonstruksi dengan semangat zaman di era millenial. Zaman boleh berubah, tapi sikap hidup, prilaku dan budaya kerja harus tetap dibawah panji-panji  semangat dalihan na tolu.

Kita sibuk mengurus kenakalan remaja, narkoba, dan lain sebagainya. Disisi lain kita susah melihat keberhasilan orang lain sementara kita banyak ‘carito’, melihat masa lalu, dulu orang tuaku yang hebat dan sebagainya. Tapi sekarang kita jauh tertinggal. Sebentar lagi mereka banyak sarjana karena mereka sadar akan ketertinggalan mereka di bidang pendidikan. Kita tak pernah menanam, kapan pula kita memetik hasil. Semangat terus, majulah Tapsel kampung kita.

Kita harus berbenah diri untuk masa depan kita, apalagi era kaum millenial senantiasa didorong agar memiliki idealisme, patriotisme, nasionalisme tanpa kenal lelah untuk bercita-cita bagi kemajuan desanya, daerahnya, negaranya. “Disitu bumi dipijak, disitu langit dijunjung’. Benar atau salah ini kampungku.

Semua hambatan dan tantangan harus dihadapi. Motto kita yang sangat mulia harus diperjuangkan dan direalisasikan; “hita do sonnari”, “holong mangalap holong”, “marsialap ari”, “martahi”, “marpokat”, “dongan tubu”, “manat markahanggi, elek maranak boru, hormat marmora”, “satahi saoloan”, “desa nauli, banua nasonang”, dan sebagainya.

Menurut saya falsafah hidup halak Tapsel di bumi dalihan na tolu sangat bagus. Dalam sejarah Filsafat Yunani disebut filsafat disebut sebagai induk ilmu pengetahuan. Ilmu berasal dari pengetahuan dan pengetahuan berasal dari filsafat. Pendapat filosof inilah yang dijadikan penemuan awal, manusia menggunakan akal dan mitos. Filsafat hidup ditemukan oleh para pendahulu kita dan diwariskan sampai sekarang.

Inilah fondasi bagi kaum muda (noposo nauli bulung), pagar ni huta sebagai generasi penerus yang akan mengibarkan poda na lima (kebijakan yg harus dibuat oleh pemerintahan). Mari kita kuatkan identitas sebagai benteng pertahanan di era globalisasi developmentalisme, sekularisasi dan neo kapitalisme.

Dibutuhkan strategi budaya plus strategi berbasis anggaran dalam pengentasan kemiskinan dan mengurangi patologi sosial di Tapanuli Selatan. (*)


Baca artikel terkait:

Exit mobile version