TAJDID.ID || Suzethe Margaret, perempuan yang membawa anjing ke dalam Masjid Al-Munawaroh di Sentul, Kabupaten Bogor pada pertengahan tahun lalu menjalani sidang putusan di Pengadilan Negeri (PN) Kelas 1 A Cibinong pada Rabu (5/2/2020).
Dalam putusannya, Majelis Hakim Indra Meinantha Vidi menyatakan, dalam fakta-fakta yang terungkap pada persidangan, wanita berusia 52 tahun itu terbukti melanggar pidana Pasal 156 huruf a tentang penodaan agama.
Akan tetapi, hakim juga menyatakan Suzethe terlepas dari segala tuntutan hukum karena terbukti mengalami Skizofrenia atau gangguan kejiwaan berat.
“Mengadili, satu menyatakan terdakwa Suzethe Margaret anak dari Harry Santoso terbukti secara sah melakukan tindakan pidana penodaan agama. Dua, menyatakan terdakwa gangguan kejiwaaan berat sehingga tidak dapat dihukum, tiga melepaskan terdakwa dari segala tuntun hukum,” kata Majelis Hakim Indra membacakan putusan persidangan.
Usai dibacakan putusan, sejumlah orang yang hadir mengikuti jalannya persidangan nampak kecewa dengan keputusan majelis hakim.
“Mudah-mudahan gila beneran,” teriak massa.
Suzethe yang mengenakan baju biru bermotif bunga kemudian dibawa ke luar ruang sidang bersama kuasa hukumnya. Sidang putusan ini pun mendapat pengawalan cukup ketat dari aparat kepolisian.
Tanggapan DKM Masjid Al-Munawaroh
Perwakilan Dewan Kemakmuran Masjid (DKM) Masjid Al-Munawaroh, Sentul, Kabupaten Bogor mengaku kecewa dengan keputusan majelis hakim yang memvonis bebas terdakwa kasus penistaan agama, Suzethe Margaret (52).
“Kekecewaan (putusan bebas) pasti ada, tapi kami bagaimana pun harus taat hukum,” kata Perwakilan DKM Masjid Al Munawaroh Ruslan A Suhady dikutip dari suara.com, Rabu (5/2/2020).
Ruslan mengatakan, gangguan kejiwaan yang dimaksud oleh tim ahli dalam persidangan sebelumnya adalah gangguan jiwa permanen. Meski demikian, pihaknya tetap menghormati keputusan hukum saat ini.
“Gila sebetulnya menurut tim ahli di persidangan itu gila yang pakaiannya acak-acakan layaknya orang gila di jalan. Kami menerima hasilnya, kalau memang gila harusnya dirawat di rumah sakit,” ungkapnya.
Sementara itu, salah satu Kuasa Hukum DKM Masjid Al-Munawaroh Iwan Sumiarsa menyebut ada yang perlu dikritisi usai putusan majelis hakim yang menyebut Suzethe terbukti gangguan jiwa.
“Kalau dia divonis gila, harus dicabut hak dia untuk memilih. Ini perlu dipertanyakan, dia DPT mana, ada hak pilih enggak? Masa orang gila bisa milih. Kedua, apakah dia punya SIM A? Kalau punya sejak kapan orang gila bisa punya SIM A? Ketiga, saat melakukan Pasal 156a, dia bawa hanphone sejak kapan orang gila bisa pakai handphone canggih? Dan itu tidak disita jadi sebelum atau sesudahnya komunikas dengan siapa perlu dipertanyakan,” jelasnya.
Saat ini, tambah Iwan, belum mengetahui akan melakuka banding atau tidak. Namun, yang pasti pihaknya tetap menaati putusan majelis hakim.
“Kita dengan tim akan melakukan kajian apakah pertimbangan tadi apakah ada korelasinya antara fakta, bukti dan saksi dengan pertimbagan sehingga ada kesimpulan dia memenuhi unsur Pasal 44. Kami kecewa bisa jadi, tapi sisi lain kami harus menunjukan taat kepada keputusan hukum,” tegasnya.
Diketahui, pertengahan tahun lalu, siang beredar rekaman video di media sosial yang menggambarkan seorang wanita membawa anjing ke dalam masjid . Selain membawa anjing, wanita tersebut juga marah-marah tanpa sebab yang jelas kepada jemaah masjid. Peristiwa menghebohkan itu terjadi, Ahad (30/6/2019).
Merasa kesal, lantas para jemaah di lokasi pun berusaha mengusir wanita berbaju putih dengan kacamata hitam itu ke luar. Namun pengusiran tersebut malah berujung percekcokan dengan jemaah masjid. (*)