Yth. Saudara Partai Oposisi.
Sikap itu sangat penting, dan harganya mahal. Sikap memungkinkan tumbuh suburnya martabat. Sikap itu mawas diri. Sikap itu politik, karena politik itu adalah sikap.
Sikap tak pernah melahirkan perasaan cengeng, kesepian, apalagi gentar. Sikap itu hanya ada pada orang-orang kstaria.
Dengan konstitusinalitas prima pergi dan jauhilah sumbu kekuasaan. Jangan takut berada di seberang. Dari sana kau akan dapat melihat sejelas-jelasnya kerangka, tindak-tanduk dan akumulasi dosa kekuasaan.
Hantamlah itu. Beri rakyat bukti bahwa kau tidak dungu, tidak naif, tidak ewuh pakewuh dan tidak toleran terhadap penyimpangan, apalagi disain kesalahan.
Lima tahun itu hanya sekejap. Maka kampanyelah kau sepanjang hari, sepanjang pekan, dan sepanjang bulan dalam setiap tahun yang terus berganti hingga saatnya bukti-bukti yang kau berikan kepada rakyat berakumulasi menjadi kekuatan kebenaran pendobrak.
Kau akan benar dalam oposisionalitasmu jika kauterus marah. Marah kepada kezaliman. Marah kepada ketidakadilan. Marah kepada ketidakberdaulatan.
Rakyat akan senantiasa menyanjungmu jika kau berjuang terus bersama mereka dan memastiakan sembilan poin di bawah ini:
Pertama. Pastikan tidak ada agenda memberi kesempatan kepada siapa pun menjadi presiden seumur hidup melalui amandemen ke V UUD 1945. Fenomena seperti ini sudah terjadi di Rusia dan Cina.
Kedua. Pastikan segera ada UU Pendanaan Parpol yang mengatur kewajiban negara melalui APBN untuk membiayai parpol Rp 1 triliun setiap partai setiap tahun.
Cerdaskan rakyat agar ia tahu bahwa tidak masuk akal demokrasi bisa berkembang kalau partainya terus merampok meski tetap bermantel negarawan.
Ketiga. Pastikan dibuat UU Pemilu yang kejurdilannya tidak sekadar dead metaphor (pameo mati) tetapi akuntable dan bertanggung jawab.
Misalnya, jika kita membeli sepatu di suatu toko, namun setelah tiba di rumah sepatu itu ternyata memiliki cacat. Pemilik toko wajib mengganti atau jika tak punya stock sepatu yang sama ia wajib memulangkan uang.
Pemilu kita tak memiliki cara yang benar tentang bagaimana menilai kejurdilan pemilu dan pelaksanaan kewajiban dantanggung jawab penyelenggara. Mengapa hanya dia yang punya data? Bagaimana orang yang ingin melawannya di pengadilan melakukan kewajibannya jika data tidak ada? Karena itu harus ditetapkan metoda yang tepat dan diakui oleh UU yakni Telisik Forensik Pemilu.
Keempat. Pastikan bahwa penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan berbasis konstitusi. Hingga kini boleh dikatakan bahwa Indonesia tidak memiliki disain makro ekonomi, yang ada cuma rancang blue print sikap manis di hadapan kapital (multi national corporations) dan negara-negara pendikte.
Kelima. Make no mistake, Indonesia tak akan seburuk ini jika dipandu oleh garis besar cita-cita bangsa.
Misi negara dalam konstitusi itu ialah:pertama, melindoengi segenap toempah darah dan seloeroeh bangsa Indonesia. Kedua, memadjoekan kesedjahreraan oemoem. Ketiga, mentjerdaskan kehidoepan bangsa.
Keenam. Pada sejumlah pasal UUD 1945 masih banjak aturan tentang pemenuhan hak warga negara jang wajib didjamin oleh negara. Negara, pemerintahan dan kebijakan pembangunan wajib berjangkar pada paradigma itu dan tak latah mengambang kian kemari. Karena dengan begitulah adil makmur dan sejahtera dengan pasti dapat didekati secara reàlistis.Dengan berpedoman konstisten kepada konstitusi tak akan ada lagi yang senang menjadi komprador dan koruptor.
Tak ada lagi kedunguan karena kewajiban negara mencerdaskan kehidupan bangsa terpenuhi. Tak ada lagi orang miskin karena konstitusi yang dijalankan juga menjamin pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
Ketujuh. Make no mistake, hanya dengan begitulah Papua pasti akan merasa dirinya menjadi prasyarat mutlak bagi keberadaan Indonesia dalam Bhinneka Tunggal Ika dan tak akan ada lagi darah dan air mata yang perlu mengucur di sana.
Juga di kolong-kolong jembatan dan wilayah terisolasi di seluruh tanah air yang hingga kini merasakan lebih banyak dipaksa bersatu ketimbang mengalami proses secara alamijah mencintai secara niscaya karena faktor senasib sepenanggungan.
Kelapan. Audit dan tinjau cengkeraman khilafah Cina di Indonesia melalui One Belt One Road (OBOR) yang bermetamorfosis menjadi nama lebih lunak Belt and Road Inisiatif (BRI) sebagaimana telah dilakukan oleh Perdana Menteri Malaysia Tun Dr Mahathir.
Kesembilan. Pikirkan bagaimana cara memperkuat lembaga Kepolisian, Kejaksaan dan Peradilan dan itu tak boleh dikorbankan karena menyanjung KPK atas nama nama apa pun apalagi mitos palsu.
Di berbagai negara kegagalan lembaga serupa terutama disebabkan oleh karena ia harus menyembah kepada orang yang mestinya ia periksa dan tangkap. Jika KPK hanya mampu berwacana besar dengan kerja kecil-kecil, pasti akan lebih banyak memperburuk populisme yang sesat.
Kini bernafaslah lega. Raih martabatmu. Bangun negerimu. Jangan biarkan Pancasila, UUD 145 dan Bhinneka Tunggal Ika berhenti sebatas slogan “harga mati”.
Jangan mau mati bersama pengumbar slogan mati “harga mati” itu. (*)
Sosiolog FISIP Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU)