TAJDID.ID- Medan || Di dalam setiap unit kerja ada kebutuhan atas nilai manajerial skill dan nilai technical skill. Presiden, Gubernur, Bupati dan Walikota lebih memerlukan manajerial skill ketimbang technical skill, karena ia pemimpin politik dan lebih memerlukan keterampilan kordinasi, singkronisasi dan evaluasi. Semakin tinggi jabatan justru semakin memerlukan kemampuan manajerial skill.
Demikian dikatakan pemerhati sosial politik Shohibul Anshor Siregar menanggapi polemik seputar keputusan Gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi yang belum lama ini melantik Ria Nofida Telaumbanua yang merupakan seorang dokter sebagai Kepala Dinas Kebudayaan dan Parawisata Sumut.
Seperti diketahui, keputusan Gubsu tersebut kemudian menuai polemik di tengah masyarakat. Bahkan ada sekolompok masyarakat yang kemudian protes atas keputusan tersebut. Mereka menilai Ria Nofida tidak pantas mengurusi pariwisata Sumut, karena keahliannya sebagai seorang praktisi medis.
“Saya tidak begitu faham ketentuan persyaratan untuk menjabat Kepala Dinas. Tetapi yang jelas Dinas adalah pembantu Gubernur dalam melaksanakan pembangunan di daerahnya sesuai TUPOKSI Dinas itu sendiri,” ujar dosen FISIP Unuversitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU) ini, Kamis (3/10).

Dikatakannya, seorang dokter menjadi Kepala Dinas Pariwisata mungkin dipandang tidak layak karena alasan bahwa dokter harusnya mengurusi kesehatan dan wadahnya adalah rumah sakit, dan jika akan mengurusi manajemen program kesehatan mestinya menjadi Kepala Puskesmas, Kepala Rumah Sakit dan Kepala Dinas Kesehatan, Menteri Kesehatan dan sebagainya.
Tetapi, kata Shohibul, pandangan umum itu akan terbentur dengan beberapa fakta di lapangan. Misalnya, dokter Abdul Gafur adalah seorang Menteri Pemuda dan Olahraga pada zaman Soeharto. Dokter H Tarmizi Thaher adalah Menteri Agama pada zaman Orde Baru. Dokter Panangian Siregar adalah Menteri Lingkungan Hidup pada Kabinet singkat Presiden BJ Habibie.
Di Sumut hal serupa juga pernah berlaku. Misalnya, di Labuhan Batu Induk, periode lalu, Bupati adalah seorang dokter, namanya Dokter Tigor Siregar. Dokter Gigi Wahab Sugiharto pernah menjadi Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga di Sumatera Utara.
Jadi, kata Shohibul, resistensi sosial yang kini menghadang dokter Ria Nofida belum tentu selalu objektif. Karena itu ia memiliki tugas ganda. Pertama, meyakinkan publik bahwa ia mampu.
“Kedua, dari dia sebetulnya kemampuan manajerial skill ditagih oleh Gubsu Edy Rahmayadi dan masyarakat, agar tugas-tugasnya pada dinas pariwisata itu sukses,” jelasnya.
Untuk menjawab keraguan sebagian publik itu, maka Ria Nofida harus memiliki agenda mendesak tentang kerangka kerja kepariwisataan (gambar 1) dan tentang perhatian khusus ke Danau Toba yang ditetapkan sebagai salah satu Daerah Tujuan Wisata Utama di Indonesia (gambar 2).

Pendidikan dan pekerjaan
Lebih lanjut Shohibul menjelaskan, jika tahu data alumni perguruan tinggi di Indonesia dan lapangan pekerjaan yang menyerap mereka, nicaya akan ditemukan data dan fakta yang mencenganngkan.
“Saya tak bermaksud menyoal mengapa seorang bertitel Ir menjadi Presiden seperti Soekarno, BJ Habibie dan Joko Widodo,” ungkapnya.
Bukan cuma itu, kata Shohibul, seorang jenderal pun pernah memimpin Indonesia sebanyak dua kali. Ustaz Gus Dur juga tak pernah belajar khusus menjadi Presiden, sebagaimana Soekarno pernah menolak alasan Mohd Natsir yang menyatakan ‘saya kan seorang guru, kok pak Presiden meminta saya menjadi Menteri Penenarngan ?’.
“Soekarno ketika itu bilang; saya pun tak beroleh pendidikan khusus untuk menjadi Presiden,” sebutnya. (*)
Liputan: Mursih