Oleh: M. Risfan Sihaloho
Setiap kali membaca dan mendengar pidato politik dari para politisi, saya jadi ngeri sekali. Karena selama bertahun-tahun saya mendengar apa yang terdengar oleh manusia. Itu merupakan kata-kata yang melulu sama dan menceritakan kebohongan yang sama. {Albert Camus, Filsuf eksistensialis Prancis}
Apa yang diungkapkan oleh Camus di atas merupakan sebuah penegasan, betapa sesungguhnya dunia politik itu sangat identik dengan kebohongan. Artinya, stigma kebohongan sudah sedemikian melekat karat dengan dunia politik. Dan para politisi yang berkecimpung di dalamnya ditengarai tidak lain adalah orang-orang yang sangat rentan dan akrab dengan perilaku berbohong.
Dalam bahasa yang lebih eufemistik, politik sering juga didefinisikan sebagai “seni berbohong”. Sebagai implikasinya, kemudian sering kali kejujuran dan kepercayaan dalam politik justru dianggap sebagai sebuah bentuk kenaifan. Sebaliknya pengkhianatan pun kerap pula dipandang sebagai sesuatu yang lazim dan lumrah.
Tidak sesuai ucapan dengan perbuatan, terbiasa umbar sekaligus ingkar janji, suka ngeles, gemar manipulasi dan doyan korupsi adalah sederet perilaku yang galib dilakukan politisi. Dan itu semua tidak lain merupakan varian bentuk modus berbohong.
Penulis Patrick Lencioni pernah membeberkan bagaimana modus politisi itu berbohong. Menurutnya, politisi cenderung memilih kata-kata dan tindakannya berdasarkan bagaimana dia ingin orang lain bereaksi dan bukan berdasarkan apa yang benar-benar mereka pikirkan.
Hal senada juga pernah diungkap oleh penulis lain, Jarod Kintz. Dia mengatakan, politik adalah semua yang berkenaan tentang upaya politisi untuk menunjukkan bahwah dia memiliki integritas dan menyembunyikan fakta bahwa sebenarnya dia benar- benar tidak punya.
Bahkan, dalam bentuk yang lebih eksesif, Nikita Khrushchev menuding politisi dimanapun sama saja, mereka berani berjanji membangun jembatan meski tak ada sungai di tempat itu.
Bersambung ke Hal 2