TAJDID.ID – Medan || Rumah Konstituen menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) bertajuk “Menatap Indonesia Pasca Pilpres”. Tema yang diangkat dalam diskusi itu “Urgensi Rekonsiliasi Bagi Keberlanjutan Pembangunan”.
Dipandu oleh moderator Nurul Yakin Sitorus, Aktivis HIMMAH, diskusi yang digelar di Stadion Cafe, Teladan Barat, Rabu (31/7) ini menampilkan sejumlah pembicara, diantaranya Sugiat Santoso SE MSP (Ketua DPD KNPI Sumatera Utara) , Edi Saputra ST (Anggota DPRD Kota Medan terpilih), Dr Irwansyah MAg (kademisi UIN Sumut) dan Budi Setiawan Siregar (Mantan Ketua DPD IMM Sumut).
Direktur Rumah Konstituen Eko Marhaendy dalam pemantik diskusi menjelaskan, bahwa sudah terlalu banyak energi bangsa ini yang terkuras sejak pra hingga pasca Pemilihan Presiden 2019 ini.
“Sudah saatnya kita kembali merajut ukhuwah mengingat kemajuan pembangunan kedepan jauh lebih penting dibanding permusuhan dan polarisasi yang begitu tajam sehingga nyaris merusak semangat hidup berbangsa dan bernegara,” ujar Eko
Sementara Irwansyah mengungkapkan, jika indikator Demokrasi itu kebebasan, maka kebebasan kita hari ini cukup amat terancam. “Hukum kita tidak cukup kuat menopang demokrasi dan kemudian ini tentu PR besar bagi pihak yang bergerak ditatanan kebijakan tersebut,” katanya.
Pada gilirannya, Sugiat santoso memaparkan beberapa poin polarisasi strategi demokrasi yang mampu kita tangkap pada saat Pilpres maupun Pileg 2019 lalu. Dikatakannya, tanpa sadar kita dibawa oleh arus politik identitas dan tidak sedikit mindset masyakat sampai hari ini itu ditentukan oleh politik uang. “Akhirnya hanya sedikit anggota legislatif yang mampu menang melalui politik gagasan,” ungkap Sugiat.
Kemudian, Budi Setiawan Siregar menyampaikan, upaya rekonsiliasi yang sekarang lagi dibangun jangan hanya ditatanan elit politik dan pimpinan parpol saja, namun harus menyentuh ditatanan akar rumput (grassroot).
“Esensi demokrasi itu merupakan kedaulatan untuk Rakyat,” ujarnya.
Sedangkan Edi Saputra dari uraiannya tentang rekonsiliasi lebih fokus menekankan agar ditujukan pada kepentingan rakyat dan pemerataan ekonomi. Menurutnya, rekonsiliasi harus diterjemahkan keluar dari himpitan ekonomi. Pemerintah harus mampu menawarkan solusi kongkrit untuk rakyat, melibatkan mahasiswa dan pemuda agar berkontribusi dan diberi andil dalam setiap moment penting daerah, misalnya mendukung program Organisasi Kepemudaan dan Kemahasiswan di Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD).
“Dan yang lebih penting lagi menyerap ide dan gagasan Kaum Muda dalam setiap seleksi jabatan di ruang lingkup Pemerintahan Provinsi, Kabupaten/Kota,” kata politisi PAN Kota Medan ini. (*)
Laporan: Zikri Lubis