TAJDID.ID~Medan || Mahasiswa Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Sumatera Utara mengecam keras putusan Pengadilan Negeri Medan yang hanya menjatuhkan hukuman 10 tahun penjara kepada dua terdakwa kasus penguasaan lahan ilegal dan alih fungsi kawasan konservasi Suaka Margasatwa Karang Gading dan Langkat Timur Laut.
Dua terdakwa, Alexander Halim alias Akuang dan Imran, Kepala Desa Tapak Kuda, sebelumnya dituntut 15 tahun penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU). Namun, majelis hakim memutus lebih ringan dengan alasan kesehatan terdakwa. Putusan ini dinilai MAKI tidak sebanding dengan kerusakan lingkungan dan kerugian negara yang ditimbulkan.
“Vonis 10 tahun untuk kejahatan yang merusak kawasan hutan lindung, merugikan negara miliaran rupiah, dan menguntungkan pelaku hingga hampir Rp70 miliar adalah bentuk kemunduran dalam perlindungan lingkungan hidup. Terlebih alasan kesehatan dijadikan dasar untuk meringankan hukuman, ini sangat tidak masuk akal,” tegas Koordinator MAKI Sumut, Ananda Rizki Tambunan, Ahad (17/8/2025).
Dalam persidangan, kedua terdakwa terbukti menguasai 210 hektar lahan ilegal di dalam kawasan konservasi dan mengalihfungsikannya menjadi perkebunan sawit. Akibatnya, negara mengalami kerugian Rp10,5 miliar, sementara keuntungan ilegal yang diperoleh terdakwa mencapai Rp69,6 miliar.
MAKI juga menyoroti jalannya persidangan yang dinilai penuh kejanggalan karena penundaan sidang dilakukan berulang kali tanpa penjelasan. “Penundaan berkali-kali, lalu vonis yang tidak proporsional, menimbulkan tanda tanya besar. Publik berhak mempertanyakan keberpihakan hukum. Apakah kerusakan lingkungan bisa semudah itu dimaafkan hanya karena alasan kesehatan?” ujarnya.
Desak Kejatisu Banding
Atas putusan ini, MAKI mendesak Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara untuk mengajukan banding demi memberi efek jera kepada pelaku kejahatan lingkungan. Selain itu, MAKI meminta Komisi Yudisial melakukan pemeriksaan etik terhadap majelis hakim, serta mendorong Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan supervisi terkait kemungkinan keterlibatan aktor lain di balik kasus ini.
Di sisi lain, MAKI juga menekankan pentingnya pemulihan ekologis di kawasan rusak. Mereka mendesak Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) serta Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Sumut memperkuat pengawasan dan penegakan hukum agar kasus serupa tidak terulang.
“Ini bukan sekadar menghukum dua terdakwa. Ini tentang sejauh mana negara berani tegas terhadap mafia lahan. Jika hukum terus lemah, jangan salahkan rakyat bila turun ke jalan,” pungkas Ananda. (*)