TAJDID.ID~Medan || Dosen Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (FH UMSU), Rahmat Ramadhani SH MH berhasil menyelesaikan studinya di Program Studi Doktor Hukum Pascasarjana UMSU.
Rahmat Ramadhani dengan sangat meyakinkan sukses mempertahankan disertasinya yang berjudul “Penataan Akses Permodalan Pasca-Redistribusi Tanah di Sumatera Utara: Urgensi, Regulasi dan Kelembagaan” di hadapan Pimpinan Sidang: Prof Dr Agussani MAP, Promotor: Prof Dr Ida Hanifah SH MH, Co-Promotor: Assoc Prof Dr Farid wajdi SH MHum, serta Tim Penguji: Prof Dr Muhammad Arifin SH MHum, Assoc Prof Dr Zainuddin SH MH dan Prof Dr Marzuki Lubis SH MHum.
Dalam Sidang terbuka Promosi Doktor ini yang digelar pada Senin (3/6/2024) di Aula Kampus Pascasarjana UMSU, Jl Denai 217 Medan., Sekretaris Majelis Hukum dan HAM PW Muhammadiyah Sumut ini mendapat nilai “Terpuji” dan mencatatkan dirinya sebagai alumni atau lulusan kedua Prodi Doktor Hukum UMSU.
Baca juga: Prodi Doktor Hukum UMSU Cetak 3 Lulusan Perdana
Dalam presentasinya, Rahmat Ramadhani menjelaskan, urgensi penataan akses permodalan pasca-redistribusi tanah di Provinsi Sumatera Utara, terletak pada tiga aspek: wilayah, kondisi masyarakat dan pitensi konflik agrraria.
“Ketiga aspek tersebut belum sepenuhnya dijadikan dasar pertimbangan oleh pemangku kebijakan dalam penataan akses permodalan pasca-redistribusi tanah guna pencapaian tujuan reforma agraria, yaitu tanah yang berkeadilan dan mensejahterakan sebagai salah satu esensi negara hukum kesejahteraan tidak terlaksana secara optimal,” ujarnya
Atas persoalan tersebut, Rahmat Ramadhani, menyarankan kepada pemerintah dan pemangku kebijakan agar memperhatikan aspek wilayah, kondisi masyarakat dan potensi konflik agraria sebagai faktor urgensi dalam menentukan objek dan subjek reforma agraria, sehingga dapat dijadikan standar norma dan rujukan negara dalam menerapkan hukum untuk menciptakan kesejahteraan rakyat sesuai dengan konsepsi negara hukum kesejahteraan dalam bentuk konkrit pemilikan, pengelolaan dan pemanfaatan tanah yang adil dan sejahtera.
Kemudian, regulasi penataan akses permodalan pasca-redistribusi tanah yang dilaksanakan di provinsi Sumatera Utara dalam kerangka reforma agraria pada rentang waktu tahun 2021 sampai dengan tahun 2022 berdasarkan pada dua klasifikasi regulasi, yaitu: peraturan perundang-undangan serta insyrumen hukum pemerintah yang merupakan wujud dari kepastian hukum.
Terkait hal ini, Ramadhani menyarankan kepada pemerintah dan pemangku kepentingan untuk memperluas jangkauan penerapan tegulasi, baik terhadap objek maupun subjek teforma agraria uang lebih massif dalam kaitan pelaksanaan penataan akses permodalan pasca-tedistribusi tanah.
“Konsistensi pelaksanaan rangkaian kegiatan tersebut yang didasarkan pada hukum akan lebih banyak menjamin hak atas tanah dan kesejahteraan masyarakat sebagai bentuk nyata terciptanya kepastian hukum,” jelasnya.
Kemudian, kelembagaan penataan akses permodalan pasca-redistribusi tanah di provinsi Sumatera Utara pada tahun 2021 dan 2022 telah mencerminkan kepatuhan kelembagaan yang berdampak terhadap kemanfaat hukum sebagai konsekuensi yuridis dari regulasi reforma agraria dalam mencapai tanah yang berkeadilan dalam mensejahterakan walaupun masih nersifat sektoral dan parsial oleh karena adanya keterbatasan capaian target kegiatan baik dari segi kuantitatif dan kualitatif.
Ia menyarankan kepada semua pihak, baik pemangku kebijakan , pengambil keputusan maupun pelaksana teknis kegiatan agar mampu meningkatkan kepatuhan kelembagaan mulai dari hulu hingga hilir dari tahapan kegiatan penetaan akses permodalan pasca-tedisyribusi tanah.
“Kepatuhan kelembagaan, selain dapat menimbulkan kemanfaatan hukum, juga memberikan kesempatan yang seimbang dalam memperoleh kemaslahatan yang luas terkaitan dengan keadilan hak atas tanah dan peningkatan kesejahteraan masyarakat berbasis hak atas tanah.
Ada hal yang menarik, ketika Pimpinan Sidang yang juga Rektor UMSU, Prof Dr Agussani MAP meminta pandangan dan masukan terkait konsep penataan aset tanah yang dimiliki oleh persyarikatan Muhammadiyah.
Secara lugas Rahmat Ramadhani mengatakan, dari pengalamannya selama ini turut langsung terlibat mengadvokasi aset tanah milik Muhammadiyah ia mengungkapkan bahwa sesungguhnya masih banyak problem yang perlu dibenahi dan diselesaikan.
Dikatakannya, dari penelitiannya beberpa tahun yang lalu, ia memukan sebenarnya tidak sedikit aset tanah persyarikatan yang cenderung mengarah kepada persoalan litigasi dan upaya hukum.
“Dalam penelitian internal UMSU beberapa tahun yang lalu sudah menyampaikan bahwa problem pengelolaan aset tanah Muhammadiyah Sumatera Utara adalah 70 persen belum memiliki alas hak. Dari 70 persen itu ada beberapa case yang memang pada periode MHH PWM Sumut sebelumnya saya dan tim sudah menaganinya. Dan pada waktu itu untuk tata kelola saya merekomendasikan agar Muhammadiyah kemudian mengadakan alas hak atas aset-aset yang selama ini secara fisik dikuasai, namun secara dejure tidak dikuasai oleh Pimpinan Ranting, Pimpinan Cabang dan pimpinan Daerah Muhammadiyah,” ungkapnya.
“Tentu manajemen dan tatakelola administrasi alas hak menjadi fundamen untuk pengajuan hak ke tingkat selanjutnya ke Badan Pertanahan Nasional berupa pendaftaran tanah. Mungkin ini usaha sederhana, tapi inilah upaya konkrit dan jelas yang dapat kita lakukan. Dan terkait hal ini, saya pribadi sudah berkomitmen insha Allah akan mewakafkan segenap tenaga dan pemikiran untuk persyarikatan,” imbuhnya. (*)