Oleh : Dr (Cand) Suheri Harahap MSi
Eksistensi Pedagang Kaki Lima (PKL) atau disebut juga pedagang informal (informal sektor) hingga saat ini sangat dilematis. Disatu sisi membawa implikasi atas kesamrawutan wajah kota/kabupaten, tapi disisi lain harus kita akui mampu mendorong perekonomian mikro.
Namun tidak demikian bila dilihat dari sisi tata ruang kota, dimana ruang terbuka publik telah terkontaminasi oleh keberadaan yang tidak terorganisir sehingga mencela hak-hak warga negara lain dalam penggunaan fasilitas negara berupa ruang publik yang hijau, nyaman dan aman.
Sektor informal (pasar tradisional) sering menjadi tertuduh sebagai ladang kebanjiran sanitasi yang tersumbat, tidak adanya ketertiban dalam pengumpulan sampah dan pemerintah sering mengatasi persoalan ini dengan relokasi (zonasi) dan penggusuran serta membuka ruang hadirnya persaingan baru dengan menyediakan alternatif pasar modern.
Persoalan menata ruang dan mengorganisasikan pelaku sektor informal serta menata pasar-pasar tradisional adalah menyediakan lapangan pekerjaan di sektor informal ini, seban lapangan kerja sektor formal belum cukup, masyarakat masih membutuhkan keberadaan pasar tradisional sebagai tempat transaksi barang (dulu namanya jual beli sistem barter) dan pusat interaksi sosial antara masyarajat di desa.
Pasar tradisional sebagai pusat interaksi pedagang PKL dianggap semrawut, kotor, jorok, menimbulkan aroma tidak sedap, dan pemerintah sering memperlakukan konsep perekonomian modern (mall, plaza, hypermart dan lainnya) sebagai wujud sistem yang dianggap lebih nyaman, aman, sehat sehingga bisnis ini masuk begitu cepat ke seluruh wilayah di Sumatera Utara, tak terkecuali Tapanuli Selatan meski belum banyak tapi sudah ada di Sipirok.
Kenapa kita perlu mempertahankan pasar tradisional di Tapanuli Selatan? Hal ini menjadi bentuk tanggung jawab moral bagi pemimpin kedepan agar sistem perekonomian rakyat tidak hancur.
Berdasarkan aturan yang ada seperti Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 112 tahun 2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern menyebutkan, bahwa lokasi pendirian pasar tradisional dan pasar modern wajib mengacu pada Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota dan Rencana Detail Tata Ruang Kabupaten/Kota, termasuk peraturan zonasinya.
Di Tapanuli Selatan jelas sudah ada payung hokum, yakni Perda No. 5 Tahun 2017 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Tapanuli Selatan (2017 – 2037). Perda ini harus terus diperkuat agar pasar-pasar tradisional tetap eksis di bumi dalihan na tolu Tapsel.
Lantas, bagaimana dengan data pasar tradisional kita sekarang ini? Tentu ini menjadi bentuk kewaspadaan kita menjaga agar pasar modern tidak masuk dan menguasai sistem ekonomi rakyat dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari di desa-desa.
Data PODES (BPS) 2018, menyebut jumlah pasar tanpa bangunan di Tapanuli Selatan yaitu; Batang Angkola (5), Sayur Matinggi (3), Angkola Timur (1), Angkola Selatan (9), Angkola Barat (0), Batang Toru (1), Marancar (1), Muara Batang Toru (0), Sipirok (3), Arce (0), Saipar Dolok Hole (0) dan Aek Bilah (3).
Data ini menyebut belum ada pasar modern di setiap kecamatan. Mampukah kita mempertahankan ini atau bagaimana kemungkinan munculnya pasar modern sekarang ini?
Tentu kita mengapresiasi Bupati Tapanuli Selatan Bspak Drs. H. Syahrul M. Pasaribu yang menjabat sepuluh tahun terakhir ini yang mendorong kekuatan ekonomi rakyat Tapanuli Selatan. Dari data terlihat ada pasar tradisional yang diresmikan seperti peresmian pasar tradisional di Situmba kecamatan Sipirok (anggara dari Kementrian Koperasi dan UKM dengan biaya Rp. 900 jt yang langsung dilaksanakan oleh Koperasi Wanita Saroha).
Potret pasar tradisional lainnya seperti apa yang ada di pasar Sitinjak (Angkola Barat), Pasar Tolang ( Sayur Matinggi), Pasar Sangkunur (Angkola Sangkunur), Pasar Huta Tonga (Batang Angkola), pasar Sampurna (Marancar), Pasar Batang Toru (Batang Toru) dll.
Semoga hasil-hasil pertanian dan keberadaan pasar tradisional di Tapanuli Selatan tetap terjaga dan tertata dengan semangat membangun bona pasogit.
Mungkin kita punya saudara/keluarga pedagang sebagai parrengge-rengge, baik jual dagangan dari pasar ke pasar di poken jonjong, mudah-mudahan pemerintah hadir membantu usaha dan modal dan menjaga stabilitas harga. (*)