TAJDID.ID~Medan || Ketua Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sumatera Utara (PWM Sumut), Shohibul Anshor Siregar, menggapai keluhan yang muncul di tengah-tengah warga persyarikatan Muhammadiyah tentang kelakuan partai politik dan politisi yang dinilai cuma menjadikan Muhammadiyah sebagai lahan untuk mencari “suara” saat Pemilihan Umum.
Diketahui, baru-baru ini beredar di WAG warga persyarikatan sebuah meme berisi teks yang berbunyi: “Suara-suarakanlah Muhammadiyah, jangan hanya mencari suara di Muhammadiyah”. (Lihat: foto utama berita ini).
“Keluhan seperti ini tidak akan pernah terselesaikan selama sistem demokrasi, politik dan pemilu Indonesia tidak dirombak radikal,” ujar Shohib menaggapi meme tersebut, Ahad (8/8/2021).
Menurut Dosen FISIP UMSU ini, tidak ada yang dapat memaksa partai politik dan politisi untuk setia kepada perjuangan aspirasi rakyat. Partai bisa bermain mengerahkan anggotanya berebut suara dalam mekanisme transaksi yang tak terbatas.
“Kesetiaan politisi kepada konstituen tidak menjadi sesuatu yang begitu diindahkan oleh oligarki politik yang lebih meniscayakan kesetiaan kepada rezim berkuasa,” tukasnya.
Karena itu, kata Shohib, perombakan radikal atas legalframework sistem demokrasi, politik dan pemilu Indonesia penting dilakukan sebagai tawaran untuk ikhtiar perbaikan, dengan syarat:
Pertama, Ormas yang menjadi jihadis Indonesia yang telah berjuang bahkan sebelum Indonesia ada, diberi jatah kursi proporsional sesuai kuota berdasarkan jumlah warga (penduduk) tanpa pemilu.
“Dengan begitu, ormas mengontrol anggota legislatif utusannya dan ketika terjadi penyimpangan langsung dapat diganti. Ada yang bilang, ini hanya akan memindahkan ketidak beresan politik di parpol ke ormas. Tuduhan itu tidak benar,” tegas Shohibul.
Kedua, ormas jihadis itu diberi hak untuk mengajukan sendiri calon-calonnya untuk konstestasi politik eksekutif semua tingkatan. Terserah kepada ormas akan menggunakannya atau berkoalisi dengan kekuatan lain (parpol).
“Ini secara radikal akan merombak motivasi dan tradisi serta kultur pemerintahan yang keperduliannya kepada rakyat dapat saja diabaikan sebagaimana terjadi selama ini,” kata Shohib.
Shohib juga menegaskan, kritik atas format demokrasi tidaklah sesuatu yang diharamkan. Menurutnya, demokrasi tidak mesti mencopy-paste tradisi politik dan budaya politik dalam praktik negara-negara Barat yang memang terus memaksakan model mereka ke mana-mana.
“Mempertuhankan demokrasi ala Barat, sebagaimana kita saksikan selama ini, akan meniscayakan orang beriman menjadi kafir, karena rivalitas berbayar telah menjadi tradisi kuat,” pungkasnya. (*)