TAJDID.ID~Jakarta || Penanganan banjir dan longsor yang melanda Kota Sibolga harus dilakukan secara cepat, terpadu, dan tetap mengedepankan proporsionalitas antara keselamatan warga dan penegakan hukum. Hal itu disampaikan Dosen Hukum Pidana Universitas Trisakti, Azmi Syahputra, menanggapi insiden penjarahan yang terjadi di sejumlah titik pascabencana.
Azmi menegaskan keselamatan warga merupakan prioritas utama pemerintah dalam situasi darurat. Namun, ia mengingatkan bahwa penegakan hukum tetap perlu berjalan dengan hati-hati dan berbasis bukti, sembari mempertimbangkan kondisi lapangan.
“Insiden penjarahan tidak bisa dipukul rata. Dalam hukum pidana ada alasan pembenar dan pemaaf, termasuk overmacht atau daya paksa ketika akses makanan dan kebutuhan pokok terputus,” ujar Azmi.
Menurutnya, sebagian warga mungkin terpaksa mengambil barang demi mempertahankan hidup, sementara sebagian lainnya bisa memanfaatkan situasi untuk melakukan kejahatan secara terorganisir. Karena itu, aparat diminta bijak membedakan karakter perbuatan sehingga tidak terjadi kriminalisasi terhadap warga yang terdampak langsung bencana.
Alumni Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (FH UMSU) ini juga mendorong pemerintah mempercepat distribusi logistik, layanan kesehatan, obat-obatan, dan membuka lebih banyak titik bantuan yang aman. Selain itu, pengamanan wilayah terdampak harus dilakukan tanpa penggunaan kekuatan berlebihan dengan koordinasi erat antara BNPB, TNI, Polri, pemerintah daerah, dan komunitas masyarakat.
“Respons negara harus meletakkan kemanusiaan sebagai fondasi, keamanan sebagai prasyarat, dan kepastian hukum sebagai pedoman agar setiap langkah tetap adil dan terukur,” tegasnya.
Ia menambahkan, pendekatan yang proporsional akan memastikan penanganan bencana tidak hanya fokus pada pemulihan, tetapi juga pada perlindungan keselamatan warga dan pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat. (*)








