TAJDID.ID~Bandar Lampung || Dosen Hukum Pidana Universitas Trisakti, Azmi Syahputra, menegaskan bahwa seorang advokat tidak hanya dituntut memahami hukum secara normatif, tetapi juga harus mampu menyalakan daya pikir etik yang memberi arah pada keadilan.
Hal itu disampaikan Azmi saat menjadi pemateri dalam Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPA) di Fakultas Hukum Universitas Lampung, Jumat (8/11).
Baca juga: Keadilan Harus Diperjuangkan
Azmi menjelaskan, mengacu pada Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat, salah satu fungsi utama advokat adalah memberikan bantuan hukum baik di dalam maupun di luar pengadilan. Karena itu, peserta PKPA harus memiliki keterampilan hukum yang memadai, termasuk kemampuan menyusun pendapat hukum (legal opinion).
Menurutnya, legal opinion merupakan bagian dari jasa hukum non-litigasi, di mana advokat memberikan pendapat berdasarkan kajian hukum yang objektif dan bertanggung jawab. “Pendapat hukum berfungsi sebagai peta hukum sebelum mengambil tindakan hukum tertentu, sebagai instrumen mitigasi risiko, dan membantu klien memahami konsekuensi hukum dari setiap langkah,” ujar Azmi.
Baca juga: Lawan Impunitas, Tegakkan Keadilan!
Ia menambahkan, legal opinion juga berperan sebagai sarana pembenaran dan perlindungan hukum bila keputusan diambil berdasarkan pendapat hukum yang valid. Namun, lebih dari itu, legal opinion harus memiliki kekuatan etik dan profesional, sebab menjadi alat legitimasi profesional bagi keputusan hukum klien.
“Legal opinion bukan sekadar kumpulan dasar hukum dan pasal-pasal pembenar. Ia adalah resonansi dari nurani hukum—tempat di mana kejujuran berpadu dengan keberanian dan kesadaran moral seorang advokat,” tegasnya.
Azmi menekankan, advokat harus mampu membuat legal opinion yang hidup, memiliki suara keadilan, getaran kemanusiaan, dan nilai moral. “Fungsinya bukan hanya sebagai alat konsultasi hukum, tetapi juga cermin integritas dan tanggung jawab moral advokat terhadap hukum yang bernurani. Legal opinion adalah bentuk ekspresi rasional dan moral seorang advokat untuk menafsirkan hukum secara hidup dan kontekstual—jembatan antara teks dan keadilan, antara kepastian dan nurani,” pungkasnya. (*)






