TAJDID.ID~Yogyakarta || Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Busyro Muqoddas angkat bicara terkait pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2024 yang akan digelar pada tanggal 27 November mendatang.
Busyro menyoroti tingginya ongkos politik bagi para kontestan. Menurutnya itu awal terjadinya kerusakan demokrasi dan produk kebijakan yang dihasilkan.
Diungkapkannya, kendati sudah ada batasan besaran dana untuk kampanye Pemilu di Peraturan KPU nomor 18 Tahun 2023, namun Algoritma Research and Consulting menemukan, pada Pilkada 2020 ongkos politiknya ada yang mencapai Rp. 1 triliun.
Pada 2024 ini angka Rp. 1 triliun tersebut diperkirakan tidak turun, dan besar kemungkinan naik. Oleh karena itu, menurut Busyro besarnya ongkos politik pada Pilkada termasuk pemilu yang lain membuka potensi untuk terjadinya korupsi.
Sebab, kata Busyro, jika dibandingkan antara ongkos politik dengan gaji atau pendapatan wajar sebagai gubernur, walikota, atau bupati tidak sebanding. Korupsi tersebut bisa melalui banyak cara dan celah, salah satunya melalui produk kebijakan yang merugikan rakyat.
Besarnya ongkos politik Pilkada ini dikhawatirkan juga akan berdampak pada proses perizinan-perizinan di daerah yang keluar namun menyalahi aturan, selain itu juga terjadi pada peningkatan pajak yang harus dibayar oleh masyarakat di daerah tersebut.
“Ini membuktikan bahwa, ada hubungan biaya Pilkada dengan kebijakan walikota atau bupati. Misalnya ada di sektor pajak, dan pajak itu naik semuanya,” kata Busyro pada Sabtu (5/10) di Yogyakarta dikutip dari laman Muhammadiyah.or.id.
Pada beberapa kasus, Busyro menemukan ada rakyat miskin menjual tanah atau sawahnya sebagai harta yang paling berharga karena besarnya Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang harus dibayar.
“Artinya jika biaya politik itu besar, mengembalikan itu tidak mudah dan besar kemungkinan akan terjadi korupsi,” katanya.
Oleh karena itu, agar tidak menimbulkan kerugian yang semakin dalam dan berkepanjangan, rakyat harus cerdas dalam menghadapi Pemilu apapun, termasuk Pilkada Serentak 2024 mendatang.
Busyro menyarankan, jika pada Pilkada Serentak 2024 nanti mendapat ‘amplop’ dari salah satu atau semua Paslon untuk diterima, kemudian dikumpulkan dan dikembalikan lagi melalui tim sukses Paslon tersebut disertai dengan pemberitaan melalui media sosial maupun media massa. (*)