TAJDID.ID~Yogyakarta || Pada 8 Juni 2024, Communication Awards sukses menyelenggarakan Meet and Discuss bertajuk “Berkelas Hanya Sekilas, Fast Fashion Merusak Dengan Jelas” di Grand Zuri Hotel Malioboro, Yogyakarta.
Meet and Discuss merupakan salah satu rangkaian acara dari Communication Awards. Pada kesempatan ini, forum diberikan ruang untuk berdiskusi mengenai campaign atau isu yang sedang diangkat. Kegiatan ini diikuti oleh berbagai stakeholder dengan harapan hasil diskusi dapat menjadi acuan dan misi bersama guna mengurangi dampak dari point permasalahan yang diangkat yaitu Fast Fashion.
Dalam diskusi yang berlangsung, kegiatan Meet and Discuss dibagi menjadi tiga sesi. Para peserta turut memberikan argumen serta opini mengenai topik yang dibahas. Kegiatan Meet and Discuss dihadiri oleh Mahasiswa, Finalis Kompetisi, Dewan Juri, Praktisi, hingga Akademisi dengan tujuan bertukar pikiran dan memberikan insight baru kepada audiens.
Turut hadir pula komunitas-komunitas yang bergerak dibidang sustainable fashion yang mendukung adanya tindakan keberlanjutan bagi industri fashion. Bertindak sebagai moderator, Dewa Pratama Tombeng, merupakan mahasiswa Hubungan Internasional UMY.
Baca juga: Kilau Gemilang Para Pemenang Menghiasi Panggung Kemeriahan “Awarding Night Communication Awards 2024”
Pada sesi pertama, diskusi menyoroti permasalahan, bagaimana fast fashion sebagai limbah yang masih diabaikan di Indonesia. Diskusi dimulai dengan melakukan analisis kecil mengenai alasan orang-orang melakukan tindakan fast fashion. Forum memberikan tanggapan dalam berbagai perspektif mereka mengenai fast fashion itu sendiri. Pada umumnya, memang fenomena fast fashion terkhusus di kalangan anak muda sangat dipengaruhi oleh trend yang berjalan dengan cepat dengan iming-iming harga yang murah.
Sebuah studi kasus yang diungkapkan oleh Maudy, salah satu peserta forum menjelaskan sebuah e -commerce di malaysia bernama Shine, menjual pakaian dengan harga murah. Hal ini tentu akan berpengaruh terhadap minat para konsumen potensial yang banyak.
“Pada kasus lain misalnya, orang-orang yang tinggal di Eropa memiliki 4 musim yang mengharuskannya memiliki pakaian sesuai musim tersebut, namun masyarakat kita tertarik membeli pakain serupa karena harga yang murah atau promo,” tutur Maudy.
Moderator juga mengarahkan diskusi pada pembahasan bagaimana fenomena thrifting berpengaruh, apakah positif atau justru berdampak negatif pada negara kita. Tanggapan dari forum pun beragam, mulai dari bagaimana budaya berpengaruh hingga pentingnya melakukan pemberdayaan terhadap produk lokal guna mengurangi dampak fast fashion. Sesi diskusi pertama ini ditutup dengan menyepakati komitmen bersama dalam membentuk ekosistem fashion yang berkelanjutan dan upaya mendukung industri lokal. (Next)