TAJDID.ID || Menteri Investasi RI, Bahlil Lahadalia mengatakan bahwa Izin Usaha Pertambangan atau IUP untuk PBNU selesai pekan depan.
Bahlil mengatakan IUP untuk PBNU yang selesai pekan depan merupakan itikad baik pemerintah kepada ormas keagamaan, dengan menggunakan prinsip tabungan akhirat.
“Saya ingin menggunakan prinsip karena ini untuk tabungan akhirat, kita ini semua kan berbuat baik,” ungkap Menteri Investasi RI, Bahlil Lahadalia pada Jumat, (7/6/2024) dikutip dari laman kompas.,com.
Lebih lanjut Bahlil menegaskan hal tersebut tidak ada kaitan dengan hal politis.
“Politik sudah selesai kok, pak Prabowo sudah menang 58%, gada urusannya itu sama politik. Ini itikad baik pemerintah di bawah pimpinan Presiden Joko Widodo untuk menghargai jasa-jasa daripada organisasi yang hebat-hebat dan kontribusi mereka kepada negara,” ujarnya.
Respon NU ~ Muhammadiayah Berbeda
Diketahui, Keputusan Presiden Joko Widodo mengizinkan organisasi masyarakat (ormas) keagamaan mengelola konsesi tambang mendapat respons beragam. Lewat Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024, pemerintah akan memberikan izin pengelolaan tambang melalui badan usaha milik ormas keagamaan.
Terkait keputusan Jokowi itu, dua ormas keagamaan terbesar Indonesia, NU dan Muhammadiyah, telah memberikan respons yang berbeda.
Pihak Pengurus Besar NU (PBNU) memperlihatkan antusiasme dan memuji keputusan Jokowi tersebut.
“Kebijakan ini merupakan langkah berani yang menjadi terobosan penting untuk memperluas pemanfaatan sumber daya-sumber daya alam yang dikuasai negara untuk kemaslahatan rakyat secara lebih langsung,” kata Ketua PBNU Yahya Cholil Staqufi dikutip dari siaran pers, Senin (3/6/2024
Saking semangatnya, PBNU langsung bergerak cepat membentuk perusahaan untuk mengelola izin tambang yang diberikan pemerintah. PBNU bahkan telah menunjuk bendahara umumnya, Gudfan Arif Ghofur sebagai penanggung jawab dalam pengelolaan usaha pertambangan.
“Kami sudah bikin PT-nya, kami sudah punya PT dan penanggung jawab utamanya adalah bandara umum yang juga seorang pengusaha tambang,” ujar Yahya kepada wartawan, Kamis (6/6/2024).
Sementara, Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah memperlihatkan sikap berbeda bengan PBNU.
PP Muhammadiyah terlihat hati-hati dan tak mau gegabah menerima begitu saja tawaran dari pemerintah.
PP Muhammadiyah menilai keputusan Jokowi itu tak membuat ormas keagamaan otomatis langsung bisa mengelola tambang begitu saja.
“Kemungkinan ormas keagamaan mengelola tambang tidak otomatis karena harus memenuhi persyaratan,” ujar Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu’t, dikutip dari laman muhammadiyah.or.id.
Mu’ti menegaskan bahwa sampai saat ini tidak ada pembicaraan antara pemerintah dengan Muhammadiyah terkait dengan kemungkinan pengelolaan tambang tersebut.
“Kalau ada penawaran resmi pemerintah kepada Muhammadiyah akan dibahas dengan seksama,” ujar Mu’ti.j
Ia uga menekankan bahwa Muhammadiyah tidak akan tergesa-gesa dan mengukur kemampuan diri agar pengelolaan tambang tidak menimbulkan masalah bagi organisasi, masyarakat, bangsa, dan negara. Sedangkan,
Lembaga Hukum dan HAM PP Muhammadiyah menyatakan Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia tidak mempunyai kewenangan melakukan penawaran dan pemberian izin usaha pertambangan kepada badan usaha yang dimiliki ormas.
Pernyataan ini merespons statment Bahlil yang menyebut pemerintah memberikan izin pengelolaan tambang kepada badan usaha milik ormas, bukan organisasi keagamaannya.
MHH PP Muhammadiyah. Lembaga strategis di bawah PP Muhammadiyah ini menyebut pemberian izin pengelolaan tambang tanpa melewati proses lelang melanggar, dan membuka keran tindak pidana korupsi.
Sebuah Jebakan
Mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Din Syamsuddin juga turut memberikan pandangan. Ia menyebut pemberian konsesi izin tambang untuk organisasi masyarakat (ormas) keagamaan, NU dan Muhammadiyah, sebagai sebuah jebakan.
Din mengatakan, sistem tata kelola tambang dengan menggunakan sistem Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan kontrak karya merupakan sistem era kolonial Belanda. Sistem tersebut bahkan dilanggengkan melalui Undang-undang (UU) Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Hal ini dikatakan Din dengan mengutip pernyataan seorang pakar. Menurut Din, sistem IUP yang diterapkan pemerintah tidak sesuai konstitusi.
Apalagi, sistem IUP selama beberapa tahun belakangan ini terbukti disalahgunakan oleh oknum pejabat negara, mulai dari level bupati, gubernur, hingga direktorat jenderal dalam mengeluarkan IUP dijadikan sebagai sumber korupsi.
“Jika ormas keagamaan masuk ke dalam lingkaran setan kemungkaran struktural tersebut, siapa lagi yang diharapkan memberi solusi,” kata Din dalam siaran pers, Selasa (4/6/2024). (*)