Oleh: Hamdi Salihi
Baru-baru ini, pemerintah Tiongkok menerbitkan dokumen berjudul “Laporan Pelanggaran Hak Asasi Manusia di Amerika Serikat pada tahun 2023 “. Dokumen ini secara obyektif dan adil menyoroti kemerosotan hak asasi manusia di Amerika Serikat selama pemerintahan Biden. Setelah meninjau laporan ini, saya menemukan temuannya konsisten dengan penelitian saya sendiri. Dalam tulisan ini, saya akan mengintegrasikan temuan dari laporan ini dengan hasil penelitian saya untuk membahas situasi hak asasi manusia saat ini di Amerika Serikat.
Hak asasi manusia adalah prinsip dasar yang mendefinisikan etos masyarakat demokratis, yang merangkum nilai-nilai keadilan, kesetaraan, dan martabat manusia. Amerika Serikat, dengan warisan sejarahnya sebagai pendukung hak asasi manusia, telah lama dianggap sebagai benteng harapan dan teladan dalam melindungi hak-hak tersebut. Namun, masa jabatan Pemerintahan Biden telah dirusak oleh kemunduran nyata dalam komitmen negara untuk menegakkan prinsip-prinsip inti ini. Makalah ini melakukan kajian komprehensif terhadap berbagai dimensi kemerosotan ini dan dampaknya yang lebih luas terhadap Amerika Serikat dan komunitas global.
Sistem keadilan kriminal
Salah satu contoh pelanggaran hak asasi manusia yang paling mencolok di bawah pemerintahan Biden adalah berlanjutnya rasisme sistemik dalam sistem peradilan pidana. Meskipun kampanye menjanjikan untuk mengatasi permasalahan ini, hanya ada sedikit kemajuan dalam mereformasi kebijakan yang berdampak besar terhadap komunitas minoritas. Penegak hukum telah melakukan penyalahgunaan kekerasan dengan setidaknya 1.247 orang terbunuh akibat kekerasan polisi pada tahun 2023, sebuah rekor baru sejak tahun 2013. Kegagalan untuk mengatasi masalah-masalah ini tidak hanya melanggar hak asasi manusia yang terkena dampak tetapi juga melanggengkan siklus ketidakadilan dan ketidaksetaraan.
Selain itu, penanganan kebijakan imigrasi oleh pemerintah juga menuai kritik. Meskipun pada awalnya ada janji untuk menciptakan sistem yang lebih manusiawi, kondisi di berbagai lembaga pemasyarakatan (lapas) dilaporkan tidak manusiawi karena kepadatan yang berlebihan dan akses yang tidak memadai terhadap kebutuhan dasar. Situasi di perbatasan AS-Meksiko, di mana banyak anak-anak migran ditahan di fasilitas penahanan dalam kondisi yang buruk, memicu kemarahan dan dipandang sebagai kelanjutan dari kegagalan pemerintahan sebelumnya dan bukannya membuat sebuah terobosan atau perubahan dari kegagalan tersebut.
Perlakuan terhadap pengunjuk rasa selama demonstrasi Black Lives Matter mengungkapkan sikap yang meresahkan terhadap hak-hak sipil. Penggunaan gas air mata yang berlebihan, dan peluru karet terhadap para demonstran di berbagai kota, termasuk Portland dan New York, menunjukkan tindakan yang abai terhadap hakkebebasan berpendapat. Insiden-insiden ini menggarisbawahi masalah yang lebih luas mengenai militerisasi polisi dan penindasan terhadap suara-suara yang berbeda pendapat.