Sedangkan hal menarik lainnya saat Hening mengunjungi Gereja Mennonite. “Saya bertemu dengan seorang Pastor yang menyampaikan bahwa yang terpenting bukan membaca kitab saja, melainkan orang dapat mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari-hari, dan akan dicek di setiap pertemuan gereja,” ceritanya.
Hari ketiga kegiatan ini mengangkat tema tentang ‘Kebebasan Pers’. Terkait kebebasan persbahwa tantangan kebebasan media yang ada di sana hampir sama dengan di Indonesia. “Mereka menghadapi tantangan dengan adanya perkembangan teknologi dan informasi,” ungkap Hening.
Dari rangkaian aktifitas IIP 2024 yang diikuti, Hening mengungkapkan sejumlah pembelajaran menarik. “Yang pertama, kita bisa lebih dalam memahami tentang Belanda dari tiga sisi yang ada, dari politik dan rule of law, kebebasan beragama dan berkeyakinan, dan kebebasan pers,” ucapnya.
Yang kedua, imbuhnya, Negara mempunyai peran sangat penting di mana kesejahteraan rakyat menjadi yang utama, “Bagaimana kehidupan mereka terkait dengan transportasi umum, terkait hukum warga untuk negara, bagaimana warga sangat dijaga masa tuanya dan pensiunnya, banyak hal,” kata Hening.
Yang ketiga, terkait kebebasan beragama dan berkeyakinan, menurut Hening, Ia menyaksikan bahwa dua kunjungan dua agama menunjukkan kerukunan dan kebebasan beragama atau berkeyakinan yang cukup baik.
“Kami dari Eco Bhinneka menyampaikan terimakasih atas undangan ini dan akan menjaga hubungan baik dengan Kedutaan Belanda dan melanjutkan kerjasama ke depan terutama untuk kebebasan beragama dan berkeyakinan terkait krisis iklim,” lanjut Hening.
Senior Policy Advisor Kedutaan Besar Belanda, Edwin Arifin, mengatakan IIP adalah program yang dirancang khusus bagi tokoh-tokoh berpengaruh dari Indonesia untuk mengunjungi Belanda.
“Kami ingin memberikan kesempatan kepada peserta dari Indonesia dan Belanda untuk bertukar dan memperluas pandangan tentang demokrasi, supremasi hukum dan hak asasi manusia, termasuk kebebasan pers, kebebasan beragama dan keyakinan dan hak-hak perempuan, serta cara mengkomunikasikan topik-topik ini,” terang Edwin.
Para peserta dari kedua negara, urainya, diharapkan dapat menggunakan pengalaman program dan kontak yang telah terjalin untuk memperkaya pekerjaan mereka dan terus menjadi pejuang demokrasi dan hak asasi manusia di institusi asal mereka, dan di jaringan mereka yang lebih luas.
Eco Bhinneka merupakan program yang diinisiasi oleh Muhammadiyah dalam rangkaian project Inisiatif Bersama untuk Aksi Keagamaan yang Strategis atau dikenal dengan nama JISRA (Joint Initiative for Strategic Religious Action). Program Eco Bhinneka Muhammadiyah bertujuan merawat kerukunan dengan mengajak umat lintas agama bersama-sama melestarikan lingkungan. Program ini telah dilaksanakan sejak 2021 hingga 2025 mendatang. Faith to Action Network (F2A) menjadi konsorsium yang mendampingi organisasi Muhammadiyah dalam mengimplementasikan program JISRA di Indonesia.
Di Indonesia, Eco Bhinneka Muhammadiyah dilaksanakan di 4 wilayah, yaitu: di Pontianak (Kalimantan Barat), Ternate (Maluku Utara), Surakarta (Jawa Tengah), dan Banyuwangi (Jawa Timur). Informasi lebih lanjut tentang kegiatan Eco Bhinneka dapat disimak melalui website ecobhinnekamuhammadiyah.org, maupun instagram: @ecobhinneka, @ecobhinneka.kalbar, @ecobhinnekamuhammadiyahternate, @ecobhinneka_solo, dan @ecobhinneka.banyuwangi.
JISRA merupakan konsorsium global yang bekerja sama untuk merawat keberagaman dan mempromosikan toleransi lintas kelompok agama dan keyakinan. Konsorsium ini terdiri dari 50 mitra lokal di Ethiopia, Indonesia, Irak, Kenya, Mali, Uganda dan Nigeria. Di Indonesia, terdapat sepuluh organisasi masyarakat sipil yang tergabung dalam konsorsium ini, yaitu AMAN Indonesia, Fahmina Institute, Fatayat NU Jawa Barat, Jaringan GUSDURian, Imparsial, DIAN Interfidei, Institut Mosintuwu, Muhammadiyah, Nasyiatul Aisyiyah, dan Peace Generation. (*)
Kontributor: Farah