Oleh: Ibrahim Gultom
Assalamu ‘alaikum.. wahai Waliyullah! Bersyukur kepada Allah SWT dan selawat atas RasulNya. Beruntung dapat bersua dengan tuanku wali Allah meski di alam khayal seperti ini. Sebagai seorang wali, kami ingin memperoleh tausiyah tentang situasi terkini negeri kami pasca pemilu 2024.
Hiruk-pikuk elit politik saat ini mengundang rasa cemas bagi kami. Bagaimana menurut penerawangan tuan wali mengenai pertarungan pilpres kali ini. Sebagai rakyat, acapkali kami dipertontonkan kebohongan dan kecurangan dari hasil pemilu yang satu hingga pemilu yang terakhir ini. Seolah bukan rakyat lagi yang memiliki kedaulatan melainkan segolongan pimpinan partai,, penguasa dan oligarki.
Begini ya.. saudaraku! Jujur saja, pemilu 2024 merupakan pemilu yang terkotor dalam sejarah pemilu yang pernah ada di negeri kalian pasca reformasi. Kenapa saya sebut demikian? Karena ada cacat bawaan dari pemilu sebelumnya yakni cacat kecurangan. Jika diperiksa dua pemilu sebelumnya ada peningkatan tabiat kecurangan itu hingga pemilu kemarin. Periode Pemilu 2014 boleh dikata adalah tahap eksperimen awal kecurangan. Pemilu 2019 merupakan tahapan pemantapan kecurangan. Sedang Pemilu yang terakhir kemarin tahun 2024 adalah periode kecurangan yang paling sempurna yakni secara terstruktur, sistimatis dan masif (TSM).
Kenapa bisa terjadi demikian tuan yang mulia?
Segalanya sudah di kepung oleh penguasa. Daya rusak rezim penguasa kalian ini sungguh luar biasa bukan hanya soal pemilu tapi menjangkau hampir di semua lini baik di legislatif, eksekutif maupun yudikatif.
Keangkuhan dipertontonkan, etika moral di bumi hanguskan, anomali terjadi di mana-mana. Hukum dilumpuhkan, ketua-ketua partai tidak dapat berdaya karena tersandra. Yang paling sedih adalah keleluasaan oligarki mendikte elit politik sehingga merajalela dan menggurita merusak kedaulatan NKRI.
Demikianlah pemimpin kalian sekarang ini seolah menganggap mereka tetap abadi hidup di dunia serta menganggap malaikat sudah takut mencabut nyawa mereka. Padahal ;”setan telah menjadikan mereka memandang indah perbuatan-perbuatan mereka” (QS: 27: 24). Dan model orang seperti inilah yang ditakutkan nabi selain dajjal atas umatnya yang dituangkan dalam hadistnya yakni “orang munafik yang alim secara lisan dan para pemimpin yang menyesatkan”.
Apa yang salah dari kami di negeri yang mayoritas muslim ini, yang mulia?
Itu tak lebih karena kalian terlalu membangga-banggakan jumlah yang besar tetapi bagaikan hidangan yang diperebutkan di atas meja serta bagaikan buih yang terombang-ambing di pinggir pantai, akhirnya kalian terhinakan. Masih ingat bunyi hadist itu, kan? Karena diterpa penyakit wahn, yakni cinta dunia dan takut mati.
Kedua, terlalu sejuk kalian menyikapi kemungkaran dan kezaliman selama ini. Kalian diam melawan tamparan yang pertama, kedua dan seterusnya. Tidak merasa malu kepada Tuhan untuk tidak melawannya. Di podium kalian singa, tapi jika menghadap satu dua orang kalian kecut. Lebih pandai berteori di majelis pengajian tapi nihil action. Di satu sisi kalian menganggap enteng mengamalkan asy-syidau alal kuffar, di sisi lain malah terlalu ramah kepada orang kafir dan zalim.
Ada pula dari golongan kalian yang sudi mengadudomba umat agar terpecah belah. Sanggup pula membubarkan pengajian dengan alasan yang tidak jelas. Ada pula di antara kalian yang disebut alim, tapi sanggup menghiasi kebatilan sehingga kaum muslimin tersesat. Yang paling nyata kelemahan kalian adalah ketika peristiwa KM 50 di mana kalian tak bersuara. Dari sinilah mulai barometer keislaman kalian dianggap tidak punya ghirah di mata mereka.
Masih adakah harapan bagi kami menatap hari esok yang lebih baik dari hasil Pilpres ini, wali Allah?
Berat sudah, kecuali kalian masih mau berikhtiar dan berjihad. Pintu kemenangan sebenarnya sudah di depan mata, tetapi jika nihil ikhtiar dan jihad maka pertolongan Allah pun akan dicabutNya. Perlu sekali-sekali ditunjukkan perjuangan heroik. Entah itu yang diminta Allah hingga keinginan kalian baru dikabulkanNya. Ribut memperjuangkan kebenaran lebih baik daripada membiarkan kecurangan dan kemungkaran.
Teruslah melawan kebatilan dan kecurangan dengan menyuarakan kebenaran meski sepahit apapun. Berdamai dengan kecurangan adalah kemunafikan, sementara ridho terhadap takdir bukan berarti ridho terhadap kezaliman dan kecurangan. Jika diam atas kezaliman dan kecurangan yang ada di depan mata, itu bukanlah sabar namanya, melainkan sebuah kebodohan.
Jangan mengharap kemenangan jika menggugat ke jalur formal dan konstitusional ala pengadilan iblis. Hanya tukang sihir yang menyebut paslon tertentu menang secepat itu. Buat saja parlemen jalanan, tidak saatnya lagi bersungut-sungut dan menggerutu. Bergeraklah kalian..tunggu apa lagi.
Tidak akan berubah jika tidak dengan tangan kalian sendiri. Allah tidak akan merubah nasib sesuatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan mereka sendiri (QS:13:11).
Saatnyalah perjuangan hidup mati, jika lewat itu tamatlah riwayat marwah negeri kalian.
Apakah mahasiswa, dosen, guru, mak-mak dan semua elemen masyarakat boleh turun ke jalan untuk unjuk rasa tuan? Bukan hanya boleh, malah wajib. Khusus mahasiswa, anggap saja demo itu sebagai laboratorium politik. Bila perlu ke depan akan dibuat semacam persyaratan bagi setiap calon legislatif harus pernah demonstrasi minimal sekali selama hidupnya yang dibuktikan dengan sertifikat dari lembaga tertentu.
Bagaimana menurut tuan yang mulia sikap Polri dan TNI nanti jika terjadi situasi genting?
Saya masih yakin bahwa mereka tetap berkomitmen dengan tugas dan tanggungjawab mereka sesuai sumpah-janji yang pernah diucapkan mereka. Namun bergantung kepada gaya gravitasi politik pada saat itu. Jika kebenaran yang menang maka gaya itu akan lebih condong dan ikut ke orbit kebenaran. Dalam hal ini bobot perjuangan kalian pun sangat menentukan.
By the way..! wali Allah yang saya muliakan, sebenarnya tuan berasal dari mana? Saya adalah wali qutub yang hidup pada masa kesultanan Utsmaniyah di Turkey. Saya ditugasi memantau umat di negeri yang senasib dengan negeri kami dahulu. Politik terkini yang kalian rasakan hampir sama dengan yang kami alami pada masa Daulah Utsmaniyah dan Dinasti Andalusia di Spanyol. Kesultanan itu runtuh akibat pemimpinnya jauh dari ajaran Allah. Bersabarlah dalam perjuangan, terus berdoa dan berikhtiar.
Tetaplah berdzikir dengan menyebut ”hasbunalloh wani’malwakil, nikmal maula wanikman nashir’. Dengan menyebut doa dan dzikir ini, yakinlah bahwa rahasia Ilahi akan dinampakkannya.
Jika pun perjuangan kalian patah, kami akan bisikkan kepada malaikat agar segera dicabut satu persatu nyawa mereka. (*)
Penulis adalah Guru Besar UNIMED, Medan.