TAJDID.ID~Medan || Farid Wajdi, praktisi hukum dan pegiat perlindungan konsumen yang konsern terhadap isu hak-hak kepentingan perlindungan konsumen kembali meluncurkan buku bertajuk “Hukum Perlindungan Konsumen”, karya bersama dengan Diana Susanti.
Launching yang dirangkai dengan diskusi dan bedah buku tersebut digelar di sebuah kafe di Medan, Selasa (19/12). Acara dirangkai dengan jelang Milad ke-25 Lembaga Advokasi Perlindungan Konsumen (LAPK), sebuah lembaga non-pemerintah yang bergerak dalam perjuangan melindungi hak-hak konsumen, dan Farid Wajdi adalah sebagai dewan pembina.
Bagi Farid Wajdi, buku merah Hukum Perlindungan Konsumen edisi Agustus 2023 adalah buku ke-13 hasil karya beliau yang intens dan terus mengambil inisiatif dalam memperkuat pencerahan ilmu pengetahuan sekaligus memberikan pemahaman literasi khususnya tentang kajian perlindungan konsumen.
Menurut eks komisioner Komisi Yudisial 2015-2020 ini, buku bertajuk: “Hukum Perlindungan Konsumen” telah terbit dan disebarluaskan kepada khalayak. Buku ini diterbitkan Setara Press Kelompok Intrans Publishing, Malang. Pengalaman melakukan advokasi konsumen dan publik sejak tahun 2000 sangat memberi warna dalam buku ini.
“Dalam perjalanan advokasi ada pertarungan konsumtivisme versus konsumerisme pada satu sisi, tetapi di sisi lainnya ada pula gugatan terhadap mekanisme pasar yang didewakan itu tidak bekerja dengan baik, sehingga tujuan kesejahteraan (welfare) tidak terwujud,” ungkap Farid.
“Seringkali pasar diintervensi kekuatan tangan tersembunyi. Guna mendukung perlindungan konsumen dan memberikan kepastian hukum, pemerintah telah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen sebagai pilar penting bagi produsen dan konsumen dalam pemenuhan hak dan kewajiban mereka,” imbuh Farid.
Namun, lanjut Farid, setelah UUPK berlaku begitu banyak pihak melihat ada beberapa celah di UU itu yang perlu disempurnakan mengingat usia UU sudah lebih dari 20 tahun. Beberapa ketentuan perlu dievaluasi, untuk merespons dinamika perubahan yang terjadi saat ini.
Farid menjelaskan, secara normatif perlindungan konsumen di era digital seperti dinamika perusahaan e-dagang (e-commerce), baik transaksi perdagangan antara konsumen di Indonesia maupun e-dagang yang berada di luar negeri melalui aplikasi digital, penyelesaian sengketa secara online (online dispute resolution) penjualan barang yang berbasis social media shopping, seperti melalui Instagram, Facebook, Twitter/X, TikTok, dan lain-lain belum menjadi objek dari peraturan tersebut.
“Akibatnya, hak-hak dari konsumen Indonesia yang membeli barang dari pelaku usaha dari luar negeri tak terlindungi secara optimal. Isu lain yang perlu ditampung di UU Perlindungan Konsumen adalah belum adanya turunan ketentuan yang mengatur mekanisme pengaduan untuk masing-masing sektor atau industri. Padahal, itu penting guna memberikan kepastian hukum dan memperkuat aspek perlindungan di sektor atau di industri tersebut,” jelasnya.
Banyak isu perlindungan konsumen dan kebijakan publik yang dikaji dalam buku ini. Mulai dari hal yang berkaitan dengan sejarah perlindungan konsumen, asas dan tujuan perlindungan konsumen, Ruang Lingkup Hukum Perlindungan Konsumen, Hubungan Konsumen dan Pelaku Usaha, Hak dan Kewajiban Konsumen, Sumber Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, Pencantuman Klausula Baku, Iklan atau Promosi, Produk Halal dan Keamanan Pangan, Jaminan Fidusia, Transaksi Elektronika, serta Jasa Kesehatan dan Jasa Pendidikan.
Dr Zulham, SHi, MHum, Dekan Fakultas Sains Dan Teknologi UIN Sumut, salah satu pembedah mengapresiasi terbitnya buku Hukum Perlindungan Konsumen karya Farid Wajdi, yang menurutnya buku ini sebagai obat rindu bagi banyak masyarakat tentang hak-hak perlindungan konsumen.
Baginya, hadirnya buku ini dan dari literature review buku Hukum Perlindungan Konsumen karya Farid Wajdi sangat kuat. Buku ini sudah mengundang semua tokoh, semua penulis semuanya ada dalam buku ini. Semua tokoh yang menulis tentang hukum perlindungan konsumen yang ada di Indonesia ada dalam buku ini.
“Saya semangat sekali membaca buku Hukum Perlindungan Konsumen karya Farid Wajdi ini karena ada rasa kerinduan terhadap sang penulis,” kata Zulham.
Sementara itu, Rizal R Surya, jurnalis yang juga ikut membedah buku Hukum Perlindungan Konsumen tersebut menilai Farid Wajdi memang beda. Menurutnya, kelebihan yang dimiliki Farid Wajdi dan tidak dimiliki akademisi atau praktisi pada umumnya adalah mampu memanfaatkan “promosi murah”.
“Harus diakui atau tidak, Farid Wajdi mampu memanfaatkan media (pers) untuk mempromosikan dirinya. Seni ini yang harus diperhatikan dan dipelajari (tidak boleh diajarkan) oleh rekan-rekan di LAPK,” katanya.
Rizal menambahkan, Farid Wajdi tahu kebutuhan pers. Pers tidak hanya butuh sekadar sebuah informasi. Pers butuh berita yang “seksi”. Ibarat wanita yang seksi, wajah atau badannya biasa-biasa saja. Namun karena dandanannya yang menarik, karena gaya berjalannya yang menarik membuat dirinya menjadi seksi.
“Demikian juga sebuah informasi. Informasi ini sebenarnya biasa-biasa saja, dan umum. Namun karena mampu didandani sedemik ian rupa oleh seorang Farid Wajdi menjadi sebuah berita yang seksi dan menarik perhatian pembaca,” jelasnya.
Hubungan wartawan dengan narasumber, bisa diibaratkan simbiosis mutualisme. Saling menguntungkan. Wartawan butuh berita (seksi), narasumber butuh penyaluran untuk menuangkan ide, pesan, persoalan, masalah atau lainnya agar diketahui publik.
“Narasumber butuh nama, butuh brand. Kalau saling menguntungkan mengapa tidak melakukan kerja sama? Karena aktivitasnya melawan produsen “yang sewenang-wenang” muncullah brand yang melekat pada sosok Farid Wajdi seorang Pendekar Pelindung Konsumen,” tutur Rizal.
Harus diakui, kata Rizal, pula keberhasilan Farid Wajdi “naik kelas” ke level nasional yaitu ketika terpilih sebagai anggota Komisi Yudisial tidak terlepas dari sepak terjangnya sebagai “pendekar pelindung konsumen”
Rizal mengungkapkan, seorang Farid Wajdi sangat produktif menulis. Sudah puluhan buku ditulis, apalagi kalau hanya sekadar artikel. Pasti sudah ratusan bahkan ribuan. Sesuai dengan kompetensi keilmuan yang dimiliki, sudah tentu buku yang dihasilkannya terkait dengan dunia hukum.
“Namun sejauh ini belum ada buku yang ditulis secara lengkap dan komprehensif tentang perlindungan konsumen. Apa yang ditunggu. Akhirnya terjawab sudah dengan hadirnya buku Hukum Perlindungan Konsumen,” katanya.
Buku ini terbit pada Agustus 2023. Buku yang sangat komplet membahas soal perlindungan konsumen di Indonesia. Mulai dari sejarah, ruang lingkup, tanggung jawab, hingga penyelesaian dan sanksi perlanggaran. (*)