TAJDID.ID~Medan || Selepas menerbitkan buku “Hukum Perlindungan Konsumen” terkini Farid Wajdi, dkk kembali menerbitkan buku “Hukum Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa Bisnis. Dilengkapi Arbitrase Online dan Arbitrase Syariah.”
Buku setebal 310 halaman ini ditulis Farid Wajdi, Ummi Salamah Lubis dan Diana Susanti dan diterbitkan oleh Sinar Grafika, Jakarta.
Farid Wajdi menjelaskann, arbitrase adalah salah satu model penyelesaian sengketa yang dapat dipilih di antara berbagai sarana penyelesaian sengketa komersial yang tersedia.
“Oleh karena arbitrase diyakini sebagai forum tempat penyelesaian sengketa komersial yang reliable, efektif, dan efisien. Kontrak-kontrak bisnis antara pengusaha asing dengan pengusaha nasional terus berlangsung dan semakin terbuka luas. Fenomena itu telah berdampak terhadap peran pengadilan sebagai lembaga tempat menyelesaikan sengketa,” ujar Mantan Komisioner Komisi Yudisial Republik Indonesia (KYRI) ini di Medan, Ahad (24/9).
Dosen Fakultas Hukum UMSU ini mengatakan, bahwa Forum Pengadilan dianggap kurang mampu memenuhi tuntutan percepatan yang selalu dituntut oleh para pengusaha, termasuk dalam soal penyelesaian sengketa yang dihadapi, sehingga pihak-pihak dalam bisnis menganggap tidak efektif jika sengketanya diselesaikan melalui pengadilan negeri.
Di lain pihak, persoalan utama yang dihadapi lembaga peradilan adalah cara pandang hakim terhadap hukum yang amat kaku dan normatif-prosedural dalam melakukan konkretisasi hukum.
“Hakim hanya menangkap apa yang disebut ‘keadilan hukum’ (legal justice), tetapi gagal menangkap ‘keadilan masyarakat’ (social justice). Hakim telah meninggalkan pertimbangan hukum yang berkeadilan dalam putusanputusannya,” jelas Farid.
“Akibatnya, kinerja pengadilan sering disoroti karena sebagian besar dari putusanputusan pengadilan masih menunjukkan lebih kental “bau formalisme-prosedural” ketimbang kedekatan pada ‘rasa keadilan warga masyarakat’. ” imbuhnya.
Oleh sebab itu, kata Farid, sulit dihindari bila semakin hari semakin berkembang rasa tidak percaya masyarakat terhadap institusi pengadilan. Lambatnya penyelesaian perkara melalui pengadilan terjadi karena proses pemeriksaan yang berbelit dan formalistik. Oleh karena itu, tidak heran jika para pelaku bisnis sejak awal sudah bersiap-siap dan bersepakat di dalam kontrak mereka apabila terjadi perselisihan, akan diselesaikan melalui forum di luar pengadilan.
“Ringkasnya urgensi penyelesaian sengketa bisnis di luar pengadilan ditandai oleh kecenderungan masyarakat kalangan bisnis mendayagunakan arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa bisnis tersebut, yang dilandasi oleh beberapa faktor yang menempatkannya dengan berbagai keunggulan, seperti faktor ekonomis, faktor budaya hukum, faktor luasnya ruang lingkup permasalahan yang dapat dibahas, serta faktor pembinaan hubungan baik para pihak dan faktor prosesnya,” tukasnya.
Lebih lanjut Farid menjelaskan, eksistensi Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (alternative dispute resolution/ ADR) sebagai suatu pranata penyelesaian sengketa di luar pengadilan berdasarkan kesepakatan para pihak dengan mengesampingkan penyelesaian sengketa secara litigasi di pengadilan dilegitimisai Undang-Undang Nomor 30/1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.
“Secara normatif pembentuk undang-undang jelas menghendaki dipisahkannya lembaga arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa. Selain arbitrase terdapat model alternatif penyelesaian sengketa bisnis lainnya, seperti mediasi, konsiliasi, negosiasi dan lain sebagainya,” ujar Farid.
Untuk melengkapi perkembangan mutakhir buku ini juga menyajikan muatan substansi arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa bisnis melalui online dan syariah. Pendekatan penyelesaian sengketa secara online perlu digunakan dan dikembangkan agar pelaku bisnis tidak ragu untuk melakukan aktifitas bisnis online, sebab hukum telah mengakomodasi penyelesaian sengketa bisnis secara online.
“Pendekatan syariah mengingat faktor pertumbuhan dan perkembangan lembaga-lembaga keuangan syariah yang semakin pesat membutuhkan lembaga yang dapat menyelesaikan sengketa bisnis melalui pendekatan syariah,” jelasnya.
Buku ini berisi sebanyak 8 bab dengan substansi Bab 1 Penyelesaian Sengketa Bisnis. Bab 2 Penyelesaian Sengketa Melalui Litigasi. Bab 3 Penyelesaian Sengketa Melalui Arbitrase. Bab 4 Arbitrase Syariah. Bab 5 Arbitrase Online Bab 6 Mediasi. Bab 7 Negosiasi dan Konsiliasi. Bab 8 Alternatif Penyelesaian Sengketa Bisnis Lainnya.
Secara umum buku ini menyajikan muatan materi yang mendudukkan arbitrase sebagai salah satu model penyelesaian sengketa yang dapat dipilih di antara berbagai sarana penyelesaian sengketa komersial yang tersedia. Pilihan lembaga arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa sebagai pilihan forum pengadilan dianggap kurang mampu memenuhi tuntutan percepatan yang selalu dituntut oleh para pengusaha, termasuk dalam soal penyelesaian sengketa yang dihadapi, sehingga pihak-pihak dalam bisnis menganggap tidak efektif jika sengketanya diselesaikan melalui lembaga peradilan.
Selain menyuguhkan uraian berkaitan lembaga arbitrase sebagai model penyelesaian sengketa bisnis terdapat pula bahasan model alternatif penyelesaian sengketa bisnis lainnya, seperti mediasi, konsiliasi, negosiasi dan lain sebagainya buku ini juga dilengkapi muatan substansi arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa bisnis melalui pendekatan online dan syariah.
Pastinya, buku ini penting dibaca para mahasiswa, dosen, praktisi dan para peminat hukum lainnya. (*)