Oleh: Raudah Mohamad Yunus
Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi setelah (diciptakan) dengan baik. Berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut dan penuh harap. Sesungguhnya rahmat Allah sangat dekat kepada orang yang berbuat kebaikan.(QS al~A’raf Ayat 56)
Masa kecilku begitu berwarna. Keistimewaan tumbuh di kota dan desa membuat saya menghargai keindahan dan memandang pentingnya kelestarian alam.
Saya ingat hari-hari ketika saya dan sepupu saya biasa memancing di saluran pembuangan terbuka kecil di depan rumah ‘gaya kampung’ nenek saya. Ya, itu hanya saluran untuk menampung kelebihan air saat hujan deras, tetapi sangat bersih sehingga ikan dan hewan air lainnya dapat bertahan hidup.
Tidak ada yang membuat saya lebih bahagia pada masa itu selain melihat ikan yang melompat, katak yang berenang, dan aliran sungai yang sebening kristal.
***
Itu lebih dari dua dekade lalu. Sekarang hal-hal telah berubah secara mengejutkan. Perjalanan saya berikutnya ke desa tidak lagi menggetarkan saya, karena saya melihat saluran air yang dulu ramai (saat saya kecil, saya menganggapnya sebagai sungai mini) semakin kering dan kotor setiap hari.
Dalam satu perjalanan saya terkejut melihat air di dalamnya berwarna hitam dan bergolak, dengan ganggang hijau mendominasi bagian lain darinya. Tidak ada ikan atau hewan yang bisa bertahan hidup dalam kondisi tercemar seperti itu.
Hati saya hancur ketika saya memikirkan kawanan ikan yang bahagia yang saya mainkan. Mengapa mereka harus membayar harga keserakahan dan kecerobohan manusia?
Bumi saat ini sangat membutuhkan tata kelola yang tepat, pelestarian alam dan keseimbangan. Ini telah sampai pada tahap di mana satu spesies, manusia, mendorong melampaui batas dan dengan demikian mengusir spesies lain (hewan dan tumbuhan) menuju kepunahan.
Manusia mengejar begitu banyak kegiatan yang merusak, baik dengan sengaja atau karena kelalaian, sehingga mereka tampaknya lupa bahwa akibatnya pada akhirnya akan kembali ke spesies manusia. Saat kita mengancam kehidupan hewan dan tumbuhan selain mencemari bumi, kita hanya menempatkan diri kita di ambang kehancuran.