TAJDID.ID~Jakarta || Sidang kasus dugaan pencemaran nama baik yang menjerat Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti di Pengadilan Negeri Jakarta Timur (PN Jaktim) terus mendapat sorotan publik.
Dosen Hukum Pidana Universitas Trisakti, Azmi Syahputra berpendapat kasus Haris Azhar dan Fatia harus didudukkan secara objektif. Menurutnya, kasus Haris dan Fatia terkait dengan kebebasan berpendapat.
“Haris Azhar dan Fatia seharusnya tidak bisa dipidana jika yang disampaikan demi menjaga hak masyarakat luas dan menjadi kepentingan hukum. Karena itu, hal ini harus menjadi batasan Hakim” ujar Azmi Syahputra.
Azmi menjelaskan, dalam konstitusi batasan kebebasan termuat dalam UUD 1945, ada batu uji atau parameternya sebagaimana tertuang dalam Pasal 28 J Ayat 2: “Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis”.
“Jadi HAM Indonesia sudah jelas tempat, bentuk dan instrumentnya. Namun pengoperasionalan HAM Indonesia termasuk hak berpendapat bukanlah HAM yang sebebas-bebasnya. HAM itu dibatasi oleh menghormati hak asasi orang lain dan dalam undang-undang itu yang disebut kewajiban hak asasi,” kata Azmi.
“Ini automaticlly dan inheren sifatnya, otomatis melekat dalam diri manusia. Jika ini tidak ada dan tidak ditaati maka sulit tegaknya penghormatan atau keseimbangan menjaga implementasi HAM,” imbuhnya.
Jadi, lanjut Azmi, kalaupun ada tindakan termasuk dakwaan pencemaran nama baik yang diduga sebagai pernyataan palsu, persangkaan yang tidak benar atau perbuatan yang menuduh suatu hal agar diketahui oleh umum, maka dari proses sidang pengadilan inilah jadi sarana untuk menemukan kebenaran materil, untuk melihat fakta, keadaan serta pembuktiannya terkait apa yang disampaikan Haris Azhar dan Fatia.
“Maka sepanjang yang disampaikan benar dan demi menjaga hak masyarakat luas sehingga ada relevansi dan menjadi kepentingan hukum, tentu tindakan Haris Azhar dan Fatia tersebut tidak dapat dipidana. Ini adalah hak masyarakat untuk menyampaikan tentang sesuatu yang ia lihat, ia dengar dan alami terkait tentang suatu peristiwa, termasuk mencerminkan partisipasi sebagai anggota masyarakat dalam pembangunan yang transparan dan akuntabel berdasarkan asas kemanusiaan dan asas keadilan guna tujuan nasional,” tegasnya.
“Namun jika hal tersebut tidak dapat dibuktikan di pengadilan maka tentunya harus ada pertanggungjawaban hukum,” tambahnya.
Menurut Azmi, esensi dari hubungan hak dan kewajiban asasi itu yang diuji dengan fakta yang terungkap di pengadilan yang menjadi pembuktian dan pertimbangan hakim tersebut mestinya melekat dan resiprokal (timbal balik) hubungan antar hak dan kewajiban jadi sangat penting dalam penyelesaian kasus ini,
“Termasuk menjadi edukasi masyarakat kedepan dalam rangka hubungan hukum dan menjaga keseimbangan antar warga negara dalam sebuah bangsa,” pungkas Azmi. (*)
Azmi Syahputra
Dosen Hukum Pidana Universitas Trisakti