TAJDID.ID~Medan || Terkait peta Pilpres 2024 di Sumatera Utara (Sumut), akademisi FISIP UMSU, Shohibul Anshor Siregar mengungkapkan, bahwa Anies Rasyid Baswedan (ARB) telah beroleh kesempatan terbaiknya secara lebih dini di Sumatera Utara dibandingkan dengan dua Capres lain, yakni Ganjar Pranowo (GP) dan Prabowo Subiakto (PS).
“Saya melihat, khusus untuk Sumut, Anies lebih dahulu beberapa langkah dibanding dengan Capres lain, seperti Ganjar dan Prabowo,” ujar Koordinator nBASIS ini, Sabtu (29/4).
Kemudian, Ketua LHKP PWM Sumut ini mengatakan, bahwa relawan Anies sama sekali tak mencerminkan kekuatan parpol yang ada saat ini.
“Kebanyakan mereka berasal dari komunitas pendung Prabowo-Sandi, ditambah dengan sedikit pendukung Jokowi-Ma’aruf pada pilpres tahun 2019 yang lalu,” ungkapnya.
“Karena itu pendukung independen (non-partai) ARB ini adalah cerminan yang jauh lebih besar dan lebih ideal dari peta oposisi kepartaian Indonesia saat ini. Artinya jika oposisi Indonesia menurut peta kepartaian adalah gabungan PKS dan Partai Demokrat, maka pendukung ARB jauh melampaui persentase jumlah itu,” imbuh Shohib.
Lebih lanjut Shohib menjelaskan, setelah deklarasi pencapresan GP belum lama ini, di Sumatera Utara terdapat geliat dukungan yang lebih bergairah, namun belum menunjukkan peluang melampaui komunitas pendukung Jokowi-Ma’aruf pada pilpres 2019.
Sebelumnya, kata Shohib, cukup banyak even di Sumatera Utara yang diselenggarakan untuk mendorong pencapresan GP sambil secara politik terasa ingin memberi pesan khusus untuk menekan Megawati agar segera menetapkan pencapresan GP.
“Spanduk dan baliho GP jauh lebih meriah dibanding kehadiran audiens yang ditargetkan, meski akhirnya banyak becak bermotor yang kemudian dipasangi gambar GP,” sebutnya.
“Puan Maharani juga menyelenggarakan even-even yang sama sebelum ini, tetapi tampilan umumnya sangat berbeda dengan karakteristik pendukung ARB. Sebagaimana GP, Puan disambut oleh komunitas yang identik dengan karakteristik yang kentara sebagai warga PDIP,” tambahnya.
Shohib memprediksi, gerakan unifikasi dua kubu utama PDIP (pro GP dan pro Puan) diperkirakan dalam waktu dekat akan menyelenggarakan deklarasi dan publikasi dukungan untuk GP dengan lebih bergeliat.
Kemudian Shohib mengungkapkan catatannya, bahwa di luar konstituen partai Gerindra, PS masih memiliki pendukung tipe die hard di Sumut. Shohib mengamati, sepanjang tahun pendukung PS tipe die hard itu terus berkonsolidasi tanpa terhubung ke Gerindra dan berusaha merasionalisasi tindakan bergabung ke kabinet Joko Widodo sebagai bentuk kenegarawanan untuk persatuan nasional yang dapat bermakna sebagai bentuk kekstariaan yang harus dicatat dari PS.
“Sebagaimana halnya pendukung GP, pendukung PS di Sumatera Utara akan terus bertambah hingga berakhir atau jenuh ketika partai-partai menyatakan dukungan kepada salah satu dari ketiga figur Capres ini (ARB, GP dan PS),” sebutnya.
Kemudian Shohib memperkirakan, permainan simbol akan mewadahi persaingan kelak. Bagi pendukung GP sosok Soekarno, Mega dan Joko Widodo, seperti biasanya, akan serta-merta dijadikan maskot untuk soliditas dukungan, yang untuk pendukung PS dan ARB, khususnya sosok Joko Widodo dan Mega, justru dipandang sebaliknya.
Shohib mengatakan, nilai terbesar sosok Soekarno akan secara bersama ditautkan dengan rujukan sebagai negarawan pendiri bangsa. Tetapi sosok yang sama juga akan membelah secara psikologis dan intelektual ketika mengevaluasi nasib bangsa yang terpuruk hari ini.
Doktrin Tri-Sakti Soekarno misalnya (berdaulat politik, berdikari eknomi, berkepribadian dalam budaya) akan begitu penting bagi pendukung GP untuk memastikan perjalanan tepat arah Indonesia ke depan. Isu yang sama akan menjadi materi yang sangat bermanfaat bagi pendukung ARB dan PS untuk mengevaluasi kodisi Indonesia yag terpuruk.
“Tidak diragukan lagi, bahwa bagi pendukung GP dan PS akan ada nilai yang diperebutkan secara khusus, yakni meneruskan pembangunan yang dihasilkan oleh Joko Widodo dalam dua periode kepemimpinannya,” kata Shohib.
Sedangkan bagi pendukung ARB, kata Shohib, oligarki dipandang bertanggung jawab atas keterpurukan negeri ini yang hanya dimungkinkan oleh ketertundukan Mega dan Joko Widodo kepada mereka sedangkan PS ada dalam sistim yang tak mungkin tak ikut bertanggung jawab.
“Korupsi, utang, keadilan sosial, penegakan hukum, proyek mangkrak dan isu krusial lainnya adalah masalah-masalah yang akan mengemuka pada pewacanaan publik. Tentu saja tetap ada kecenderungan tertentu mempersoalkan masalah-masalah sensitif dalam bidang ideologi,’ ungkapnya.
Selain itu, Shohib melihat pada komunitas pendukung ARB dan PS isu kecurangan pemilu pasti akan dibicarakan lebih serius untuk dikapitalisasi memicu perkuatan soliditas.
“Mereka hanya ingin menang dan mengalahkan calon lain dengan prasyarat integritas pemilu,” pungkasnya. (*)
]analisa nya cukup dalam,tajam dan murni ,
Keren ptoff SAS