Oleh : Anisah Fadhilatul Farras
Kemerdekaan memiliki urgensi dan makna yang cukup mendalam bagi sebuah negara, terkhusus Indonesia. Secara eksplisit, proklamasi menjadi simbol validasi kemerdekaan negara Indonesia.
Momen bersejarah tersebut ditandai dengan deklarasi kemerdekaan yang dibacakan Ir. Soekarno pada 17 Agustus 1945 di rumahnya, Jalan Pegangsaan Timur No. 56, Jakarta. Mayoritas orang tentunya sudah mengetahui bahwa pada hari kemerdekaan yaitu 17 Agustus 1945, ternyata bertepatan dengan tanggal 9 Ramadhan 1364 H menurut buku Api Sejarah 2 tulisan Prof Ahmad Mansur Suryanegara, dimana umat muslim menunaikan ibadah puasa. Hal ini membuat Sebagian orang meyakini bahwa para pahlawan dan tokoh muslim memiliki ketaatan dalam beragama.
Selain itu, mereka juga memiliki semangat perjuangan dan cinta tanah air demi menggapai sebuah kemerdekaan yang diimpikan.
Banyak buku sejarah yang menyebutkan bagaimana para pahlawan terdahulu berjuang dalam keadaan berpuasa, Pangeran Diponegoro contohnya. Pada saat itu, beliau sedang berpuasa dan memutuskan untuk menunda dan menghentikan peperangan. Hal itu kemudian diganti dengan gencatan senjata dan penangkapan koloni tanpa adanya pertumpahan keringat dan darah. Bapak Proklamator kita, Ir. Soekarno, membacakan teks proklamasi dan mendeklarasikan kemerdekaan didampingi Bapak Moh. Hatta, keduanya dalam keadaan berpuasa.
Rentetan peristiwa sebelum deklarasi kemerdekaan juga dimulai sejak awal bulan Ramadhan. Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) dibentuk satu malam menjelang bulan Ramadhan, dimana malam harinya sudah dilaksanakan sholat tarawih. Pada hari kedua Ramadhan, Soekarno, Hatta, dan Radjiman Widyodiningrat berangkat ke Vietnam untuk mendiskusikan perihal kemerdekaan Indonesia bersama Jenderal Terauchi.
Selang beberapa hari, sekutu menjatuhkan bom di Hiroshima yang menjadi pertanda kekalahan Jepang. Bung Karno merencanakan proklamasi pada tanggal 17 Agustus 1945 karena diyakini 17 merupakan angka yang simbolik. Al- Qur’an diturunkan pada 17 Ramadhan. Shalat Seharinya terdiri dari 17 Rakaat, dan diplihnya hari yang mulia, yaitu hari Jumat. Selama masa persiapan menuju kemerdekaan, Bung Karno berkonsultasi dengan beberapa Ulama. Tanggal 17 Agustus 1945 merupakan rekomendasi yang diberikan oleh K.H Abdoel Moekti dari Muhammadiyah. K.H Hasyim Asy’ari memberikan kepastian dan meyakinkan Bung Karno untuk memproklamasikan kemerdekaan pada waktu yang telah direncanakan.
Tepat di Hari Jumat, 17 Agustus 1945 atau dalam kalender hijriah 9 Ramadhan 1364 pukul 10.00 WIB, kemerdekaan bangsa kita dideklarasikan. Sang Proklamator, Ir. Soekarno membacakannya dengan lugas dan mantap. Hal ini menjadi pertanda bahwa puncak perjuangan Indonesia melawan koloni dan penjajah asing telah usai. Haru dan tangis air mata mengiringi jalannya pembacaan proklamasi yang khidmat. Pelukan dan ungkapan kebahagiaan tak bisa tertahankan diantara para tokoh pahlawan pada masa itu.
Sejarah kemerdekaan itu menjadi makna historis bagi umat islam. Kontribusi tokoh muslim, para kyai, santri, dan ulama’ menjadi tonggak berdirinya bendera Indonesia diatas kebebasan berbangsa dan bernegara. Sebagai warga negara dan umat islam, penting bagi kita untuk menjaga rasa nasionalisme dan jiwa patriotik. Hal itu bertujuan untuk menghargai para tokoh muslim yang telah syahid berperang, yang telah rela berkorban memperjuangkan kemerdekaan bangsa kita. Goresan tinta emas yang terukir dalam sejarah kemerdekaan bangsa ini harus kita jadikan acuan untuk menjadi pribadi yang berkualitas, baik sebagai muslim, maupun sebagai warga negara Indonesia.
Pada bulan Ramadhan 1444 H, di tahun 2023, tentunya sudah tidak lagi ada peperangan seperti Ramadhan 78 Tahun silam. Tugas kita sebagai pribadi muslim dan warga negara adalah menjaga dan mempertahankan kemerdekaan. Berbagai upaya yang dapat kita terapkan sebagai representasi dari perjuangan para pahlawan adalah menanamkan nilai-nilai religius dan rasa nasionalisme yang relevan dengan falsafah UUD 1945, menumbuhkan karakter cinta tanah air dan semangat bela negara, menjaga persatuan, kesatuan, dan peri kemanusiaan dalam naungan Bhinekka Tunggal Ika serta mengedepankan keadilan sosial bagi seluruh rakyat di negara yang berdaulat.
Sebagai seorang pemuda, saya mengajak para pembaca untuk menanamkan jiwa patriotik dan semangat juang dalam diri kita. Hal itu bisa berimplikasi pada seluruh pekerjaan dan aktivitas yang kita lakukan. Bagi yang menempuh pendidikan, kita optimalkan setiap pembelajaran sebagai upaya peningkatan intelektualitas bagi generasi bangsa. Bagi yang berjuang di dunia pekerjaan, jadilah pekerja yang memiliki kredibilitas. Kita maksimalkan usaha kita, ikhtiar kita, Amanah yang diberikan, sebagai upaya membangun ekonomi dan integritas bangsa. Terkhusus pada bulan Ramadhan ini, bagi setiap warga negara muslim, saya mengajak para pembaca juga untuk mampu berjuang dan berikhtiar dalam amal shalih maupun melawan hawa nafsu. Kita maksimalkan Ramadhan ini dengan melakukan kebaikan-kebaikan, baik untuk diri kita pribadi maupun orang lain. (*)
Penulis adalah Mahasiswi Hukum Keluarga Islam Universitas Muhammadiyah Malang (UMM).