Oleh: Shohibul Anshor Siregar
Rahudman Harahap jelas bukan orang pertama. Karena diketahui sebelumnya telah banyak tokoh lokal mendahului langkahnya. Bahwa dalam perkiraan dan keyakinan subjektif atas kapasitas diri yang masih mumpuni, para tokoh politik lokal itu berusaha memanfaatkan peluang terbuka (pemilu) untuk berkiprah pada level nasional.
Sebagian dari mereka berhasil, sedangkan yang lain gagal. Dalam studi poliotik local sangat penting memperbandingkan kiprah politik sewaktu memimpin atau berkiprah di daerah dengan saat menjadi legislator atau menjadi pejabat penting di pusat, untuk menjawab pertanyaan: “Apa yang mereka cari? Kepuasan kekuasaan pribadikah atau perjuangan kepentingan daerah?”
Di Sumatera Utara, selain mantan Walikota Medan Rahudman Harahap, berbilang mantan pejabat daerah diperkirakan akan menempuh jalur yang sama, pemilu 2024. Di antaranya mantan Gubsu HT Erry Nuradi, mantan Wagubsu Nurhajizah Marpaung, mantan Bupati Serdang Bedagai Soekirman.
Mantan Bupati Tapanuli Selatan Syahrul M Pasaribu, mantan Bupati Samosir Rapidin Simbolon yang kini Ketua DPD PDI Perjuangan Sumatera Utara, mantan Bupati Simalungun JR Saragih, mantan Walikota Sibolga Muhammad Syarfi Hutauruk, mantan Bupati Labuhan Batu Selatan Wildan Aswan Tanjung.
Selain mereka masih ada beberapa bupati yang masih aktif yang diperkirakan akan mempertimbangkan jalur pemilu untuk promosi karir politik. Mereka ialah Bupati Padang Lawas Utara Andar Amin Harahap yang tahun ini masa jabatannya habis, Bupati Tapanuli Utara Nickson Nababan yang masa jabatannya juga akan habis tahun ini, dan Bupati Deliserdang Ashary Tambunan yang menjabat sejak tahun 2019 lalu. Mereka menempuh jalur itu karena tak lagi diperkenankan oleh regulasi untuk ikut berkompetisi di daerahnya.
Khusus untuk daerah-daerah yang sejak lama berjuang untuk dimekarkan menjadi Daerah Otonomi Baru (DOB) sebagai pecahan dari Sumatera Utara, tokoh-tokoh seperti Syahrul M Pasaribu, Nickson Nababan, Andar Amin Harahap, tentu dapat diidentifikasi sedang berusaha sekaligus berinvestasi untuk keterpilihannya kelak sebagai Gubernur di DOB itu. DOB itu sendiri diketahui terkendala selama ini oleh moratorium yang mungkin oleh pemerintah pusat dapat dibuka kembali setelah Langkah politik khas pembentukan DOB di Papua baru-baru ini.
Tentu bagi mereka yang percaya diri, tak tertutup kemungkinan maju sebagai legislator pusat ini dipandang sebagai investasi awal belaka untuk perencanaan selanjutnya, yakni maju pilgubsu pada Nopember 2024.
Untuk kepentingan studi politik lokal, diskusi berseri “Rivalitas Figur dalam Pengisian 30 Jatah Kursi Provinsi Sumatera Utara ke Senayan Melalui Pemilu 2024” ini dapat dikapitalisasi untuk beroleh data tentang tidak hanya soal hubungan pusat-daerah, tetapi juga sistim oligarkis kepartaian yang terus-menerus mempertebal tendensi pengerdilan urusan daerah. (*)
Tulisan ini disampaikan pada sebuah diskusi berseri bertajuk “Rivalitas Figur dalam Pengisian 30 Jatah Kursi Provinsi Sumatera Utara ke Senayan Melalui Pemilu 2024” di Medan, Selasa (14/3).
Penulis adalah Koordinator Umum Pengembangan Basis Sosial Inisiatif & Swadaya (‘nBASIS)