TAJDID.ID~Medan || Ketua Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik Pimpinan wilayah Muhammadiyah Sumatera Utara (LHKP PWM Sumut), Shohibul Anshor Siregar mengatakan usul kenaikan Ongkos Naik Haji (ONH) oleh Menteri Agama sebetulnya adalah hal biasa dan sah-sah saja dilakukan setiap tahun.
Lalu mengapa menjadi polemik dan perbincangan kontroversial secara nasional?
“Saya kira ada indikasi krisis kepercayaan masyarakat yang meluas atas pengelolaan hajj di Indonesia, terutama pada aspek transparansinya,” ujar Shohib, Jum’at (3/2/2023).
“Jika krisis kepercayaan itu tak berawal pada masa kepemimpinan menteri yang sekarang, kemungkinan ada derajat yang semakin bertambah,” imbuh dosen FISIP UMSU ini.
Menurutnya, harus diasumsikan bahwa semua orang bisa menghitung komponen biaya yang diperlukan untuk menentukan besaran nilai ONH. Juga faham fluktuasi harga pasar untuk setiap alokasi pembelajaan yang direncanakan.
Karena itu, kata Shohib, ketidak-cermatan dalam menghitung dan menetapkan nilai ONH sangat sensitif dan memiliki risiko politik. Apalagi jika masyarakat sampai menilai ada indikasi kurang amanah,
Ia menyarankan, sebaiknyalah menteri dan orang-orang di sekitarnya lebih hati-hati, lebih cermat dan efisien.
“Lakukan penghitungan kembali, pangkas variable-variable biaya yang rencana pengalokasiannya tak begitu signifikan. Yakinkan masyarakat bahwa mekanisme perencanaan berbasis akuraditas dan validitas data serta pengarusutamaan nilai-nilai amanah,” tegasnya.
Selain itu, Menteri Agama juga perlu diberi introduksi wacana untuk mengembangkan rencana besar bahwa hajj bukan hanya peristiwa ritual tahunan yang untuk Indonesia pengarusutamaannya lebih pada tiga etape belaka (embarkasi, ritual di tanah suci dan debarkasi).
Rasa Rindu
Lebih lanjut Shohibul mengatakan, pelaksanaan haji tahun ini amat istimewa dan amat ditunggu dengan penuh harap, karena menjadi ritus keagamaan global istimewa pasca tertunda oleh bencana COVID-19 dengan berbagai pertimbangan yang pengedepanan maslahat umat.
“Bukan hanya yang akan berangkat hajj yang merasa gembira menyambut, karena gelombang proses keberangkatan (embarkasi) dan proses perjalanan pulang (debarkasi) umumnya telah menjadi ritual yang dianggap sacral di seluruh Indonesia dan negara-negara lain. Itu tak hanya diwarnai kenduri, tetapi juga motivasi bagi orang yang belum berkesempatan memenuhi panggilan hajj agar bersiap,” ungkap Shohib
Revitalisasi
Menurut Shohib, para ulama sudah saatnya memberi masukan kepada Presiden bahwa peristiwa hajj itu tak sebatas ritual keagamaan belaka.
“Seharusnya pula hajj dapat menjadi momentum penting konsolidasi dan diplomasi keumatan sejagat, menjadi peluang transaski ekonomi serta perdagangan antar warga muslim dunia atau diplomasi government to government untuk diplomasi tentang banyak hal mengenai kemajuan negara-bangsa,” jelasnya.
Jangan pula dengan dangkal akan dipersepsikan untuk membentuk apa yang selama ini terus secara sempit dituduhkan khilafah yang akan menandingi Amerika, Tiongkok, WTO, G20, ASEAN, PBB dan semua badan-badan kelengkapannya. Agama ini berkredo kuat sebagai rahmatan lil alamin (rahmat bagi sekalian alam).
“Karena itu model pengelolaan hajj perlu direvitalisasi. Libatkan kementerian-kementerian terkait,” tegasnya.
Shohib menilai, memang banyak yang tak faham di Indonesia bahwa ibadah dalam Islam itu tak terbatas pada ritual mahdhah (ibadah utama: shalat, hajj dan lain-lain) belaka.
“Laysa alaikum junahun an tabtaghu fadhlan min Rabbikum. Fa idza afadhtum min arafatin fadzkurullaha indal-masy’aril harami, Wadzkuruhu kama hadakum wa in kuntum min qablihi lamina-dholin, Artinya, tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezeki hasil perniagaan) dari Tuhanmu. Maka apabila kamu telah bertolak dari Arafah, berdzikir kepada Allah di Masya’aril Haram. Dan berdzikirlah dengan menyebut Allah sebagaimana yang ditujukanNya kepadamu. Dan sesungguhnya kamu sebelum itu benar-benar termasuk orang-orang yang sesat,” tutur Shohib.
“Saya amat tidak faham mengapa menteri luar negeri, menteri perdagangan, menteri pariwisata dan menteri-menteri terkait Indonesia tak merasa memiliki urusan dengan interaksi global manusia paling besar (hajj) ini,” tutupnya. (*)