Oleh: Syifa Yuliati
Pemberdayaan perempuan merupakan upaya perempuan-perempuan untuk memperoleh akses dan control terhadap sumberdaya, ekonom, politik, sosial, budaya, agar perempuan dapat mengatur diri dan meningkatkan rasa percaya diri untuk mampu membangun kemampuan dan kopetensi diri.
Allah menjelaskan dalam al~Qur’an Surat At-Taubah ayat 71-76; bahwa kedudukan antara laki-laki dan Wanita di hadapan Allah itu sama. Sama-sama memikul kewajiban dan sama-sama mendapat hak. Penjelasan senada juga banyak terdapat dalam hadits Nabi. Kaum Wanita juga memikul tanggung jawab beragama. Turut serta mengokohkan aqidah dan ibadah.
Pemberdayaan perempuan terjadi kerena terjadi ketidak adilan gender akibat budaya patriartik. Bahkan dulu perempuan sangat susah untuk mendapatkan pendidikan dikarenakan pemikiran masyarakat yang rendah pada masa itu.
KH Ahmad Dahlan dikenal sebagai Kyai yang moderat dan cenderung melawan arus pada zamannya. Beliau banyak mengkritik pemahaman masyarakat tentang islam pada masa itu. Islam sering dituduh telah memberi legitimasi terhadap penyempitan peran perempuan hingga kekeresan terhadap perempuan. Muhammadiah merupakan organisasi Islam yang cukup mapan menempatkan perempuan setara dengan laki-laki. KH Ahmad Dahlan sangat peduli terhadap pemberdayaan perempuan agar berperan dalam aktifitas sosial kemasyarakatan.
KH Ahmad Dahlan dibantu Nyai Walidah menggerakkan perempuan untuk memperoleh ilmu, melakukan aksi sosial di luar rumah yang bisa disebut radikal dan revolusioner saat itu. Kaum perempuan didorong meningkatkan kecerdasan melalui pendidikan informal dan nonformal seperti pengajian dan kursus-kursus. Mereka berdua sudah melakukan pembinaan pada perempuan di kampung kauman Yogyakarta. KH Ahmad Dahlan dan Nyai Walidah mendidik mereka untuk terjun dan ikut ambil bagian dalam memurnikan persoalan sosial kemasyarakatan.
Pada tahun 1911, yaitu setahun sebelum Muhammadiyah berdiri, didirikanlah Madrasah Diniyah. Tahun 1913, yakni setahun setelah Muhammadiyah berdiri, KH Ahmad Dahlan menganjurkan kepada tetangga-tetangganya untuk menyekolahkan anak-anak perempuan merekan di sekolah Belanda Neutraal Meisjes School di Ngupasan. Tiga orang gadis pada saat itu dapat masuk ke sekolah itu, yaitu Siti Bariyah, Siti Wadingah dan Siti Dawimah.
Tahun 1914, KH Ahmad Dahlan dan istrinya Nyai Walidah mengadakan kursus-kursus agama atau pengajian khusus untuk kaum perempuan yang dilaksanakan sesudah waktu ashar diberi nama Wal’asri, kursus itu diikuti pula oleh siswi-siswi Sekolah Netral Belanda.
Pemberdayaan perempuan dapat dilakukan melalui organisasi keperempuanan, Muhammadiyah memandang bahwa perempuan juga berpotensi untuk aktif dalam menggerakkan organisasi yang kala itu didominasi oleh kaum laki-laki. Muhammadiah berpendapat bahwa sah-sah saja perempuan menjadi kepala negara. Mengenai hadits yang menyatakan bahwa “Tidak akan beruntung suatu kaum yang menyerahkan urusan (kepemimpinan) mereka kepada seorang perempuan”. Hadis tersebut dianggap hanya bersifat kotekstual, dalam artian tidak berlaku secara umum ketidak bolehannya.
Berdasarkan usulan KH Ahmad Dahlan membentukn organisasi yeng secara khusus bertujuan untuk memajukan keum perempuan. Aisyi’yah merupakan nama ususlan yang diberikan KH Fachruddin, salah seorang murid KH Ahmad Dahlan. Kelahiran organisasi Aisyi’yah bersamaan dengan Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad SAW, dengan diketuai pertama kali oleh Siti Bariyah.
Gerakan perempuan yaitu Aisyi’yah yang lahir pada tahun 1917 hadir pada situasi dan kondisi masyarakat dalam keterbelakangan, Kemiskinan, tidak terdidik, awam dalam pemahaman keagamaan, dan berada dalam zaman penjajahan belanda. Melalui organisasi Aisyi’yah yang didirikan oleh Muhammadiyah, Aisyi’yah terus melakukan pemberdayaan perempuan untuk meningkatkan harkat dan martabat perempuan melalui peningkatan ilmu pengetahuan dan keterampilan berlandaskan agama.
Upaya yang dilakukan untuk pemberdayaan perempuan diantaranya yaitu peningkatan kesadaran gender melalui sosialisasi dan pengajaran, kesadaran bahwa perempuan memiliki hak di ranah public dan kompetensi yang sama dengan laki-laki. Pemberian keterampilan, untuk peningkatan kesejahteraan melalui pelatihan-pelatihan.
Perempuan Muhammadiyah (Aisyi’yah) haruslah terintegrasi dan komprehensif. Mengembangkan orientasi gerakannya bukan sekedar menciptakan kader-kader perempuan yang shalihah secara ritual (fiqhiyyah), namun tidak bisa menganalisa ketertinggalan perempuan ataupun hegemoni tradisi dan tafsir agama yang tekstual sehingga membelenggu cara berpikir dan bertindak sebagian besar perempuan islam Dengan tugas dan peran (fungsi) sederhana ini Aisyi’yah telah banyak emiliki amal usaha diberbagai bidang diantaranya adalah pendidikan, kewanitaan, PKK, kesehatan dan organisasi perempuan. (*)
Penulis adalah Mahasiswi Universitas Muhammadiyah Malang (UMM).
Keren ilmu Muhammadiyah,sy lebih bnyk menimba ilmu Muhammadiyah skrng.nambah ilmu,nmbh wawasan.
Berdasarkan usulan KH Ahmad Dahlan membentukn organisasi yeng secara khusus bertujuan untuk memajukan keum perempuan.