TAJDID.ID || Pimpinan Wilayah Ikatan Pelajar Muhammadiyah (PW IPM) dan Dewan Pimpinan Daerah Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (DPD IMM) Kalimantan Selatan sukses menggelar kegiatan refleksi akhir tahun.
Acara dikemas dalam bentuk talkshow bertajuk “Membangun Gerakan Multifaith Untuk Keadailan Iklim”, dihadiri puluhan pelajar dan mahasiswa.
Bertempat di sekolah Alam Muhammadiyah Martapura pada Ahad (25/12/2022), kegiatan yang disupport oleh Greenfaith Indonesia ini berjalan dengan sangat antusias.
Talkshow ini dipandu langsung Ipmawan Erwin, menghadirkan beberapa narasumber yaitu Hening Parlan dari Greenfaith, David Efendi dari Kader Hijau Muhammadiyah, Zulfa Vikra mewakili ketua MLH PWM Kalimantan Selatan dan Parid Ridwanuddin dari Eknas Walhi.
Kegiatan ini sangat menarik karena menghadirkan narasumber dari Jakarta dan Yogyakarta, di mana para pemateri ini adalah aktifis lingkungan yang berafiliasi dengan PP. Muhammadiyah dan PP. ‘Aisyiyah.
Kader Hijau Muhammdiyah, David mengingatkan pentingnya kaum muda terlibat dalam isu krisis lingkungan karena kaum muda yang akan mewarisi bumi ini.
“Jika tidak berbuat apa apa tentu saja harus menerima penderitaan berkepanjangan,”ujarnya.
Kepada pemerintahan David Efendi yang juga wakil sekretaris LHKP PP. Muhammadiyah ini memastikan bahwa jika ada kemauan kuat sesungguhnya ambisi kesejahteraan dan kelestarian tidak saling menegasikan.
Dia mengutip pernyataan seorang filosof dan pemikir ekoliterasi bernama Fritjof Capra bahwa, “Keseimbangan menjadi penting dalam mengelola sumber daya secara berkelanjutan dan berkeadilan,”ungkapnya.
Hening Parlan dari Greenfith Indonesia menjelaskan, Greenfaith merupakan komunitas baru. Di Indonesia pun juga baru dimulai.
“Komunitas ini Konsen bergerak mengajak anak muda dan perempuan untuk mengkampanyekan nilai-nilai keagamaan terkait lingkungan,”jelasnya.
“Inti dari gerakan Greenfaith ialah, bagaimana merefleksikan nilai-nilai keagaman dalam perilaku atau sikap kita terhadap lingkungan,”imbuhnya.
Ia mengatakan, dari riset yang ada, sebesar 82% anak muda Indonesia cukup melek terhadap perubahan iklim.
Menjawab pertanyaan mengapa diperlukannya gerakan lingkungan pada sektor lintas agama? Jawab perempuan yang juga Ketua Divisi Lingkungan LLHPB PP. ‘Aisyiyah serta Direktur Eco Bhineka Muhammadiyah ini, karena di seluruh dunia umat manusia yang beragama ada sebanyak 85%.
“Ini menjadi satu potensi besar untuk mengkampanyekan isu yang berkaitan dengan lingkungan hidup,”pungkasnya.
Ia menegaskan akan pentingnya kerjasama lintas agama untuk menahan laju kerusakan iklim yang semakin nyata.
Senada dengan hal itu Parid Ridwanuddin mengingatkan akan pentingnya nilai nilai Agama yang menjadi kompas dalam menjalani peran kekhalifahan di muka bumi.
“Teman-teman IPM, IMM harus menjadi bagian utama dan pertama mendorong perlunya keadilan iklim dan keadilan antar generasi,”tegasnya.
Sementara itu, Zulfa Vikra dari MLH PWM Kalimantan Selatan yang akrab dipanggil kanda Zulfa oleh Mngkatan Muda Muhammadiyah memberikan banyak catatan akan pentingnya pemerintah memastikan kesejahteraan sebagai tujuan utama.
“Hal ini penting agar pembangunan dan pemberdayaan sebagai kerja yang sangat utama,”ujarnya.
Kata Zulfa, Konservasi dan penanganan persoalan lingkungan harus terus digalakkan dan juga pendidikan bagi masyarakat akan perlunya ekoliterasi.
“Adik-adik tahu tidak, berapa skor indeks lingkungan hidup kalsel? Tidak tahu ya? Saya kasih tahu peningkatan ke 26 dari 34 provinsi se Indonesia. Begitu juga tingkat pencemaran udara sangat besar dan juga pencemaran air,” Ungkap pak Zulfa.
Ia menambahkan, dari fakta ini tentu akan terbangun kesadaran dan aksi nyata lebih luas lagi. “Muhammadiyah selama ini sudah banyak melakukan pendidikan lingkungan dan aksi nyata penanaman mangrove dan konservasi Bekantan dan kita tidak hanya diskusi-diskusi saja,”pungkasnya.
Dalam kesempatan ini, beberapa pelajar mengungkapkan kesaksian akan hidup berdekatan dengan Sumber Daya Alam yang mana memiliki efek beragam bencana dan krisis pangan.
Dampak kesehatan sering disampaikan masyarakat sekitar lokasi tambang Batubara dengan gejala pernapasan dan gangguan pada kesehatan kulit.
“Di desa kami durian tidak berbuah lagi sejak ada tambang dan kami bingung sebagai pelajar harus bagaimana karena banyak penambangan dan juga terjadi banjir,” ungkap seorang peserta yang berasal dari daerah tambang.
Ada banyak kesaksian serupa di banyak kesempatan bukan hanya kegiatan kali ini saja.
Dari kegiatan talkshow ini menghasilkan beberapa catatan tentang fakta bahwa kekayaan sumber daya alam memang tidak identik dengan capaian kesejahteraan, bahkan ada banyak ketimpangan ekonomi akibat oligarki tambang.
Kerusakan sosiologi ekologis sangat nampak. Bukan hanya faktor alami tetapi juga karena kegiatan manusia harus menjadi perhatian dan kampanye iklim ke depan.
Kegiatan pendidikan ekoliterasi dan kerja mendokumentasikan berbagai kearifan lokal yang dapat memitigasi bencana perlu didukung lebih kuat lagi.
Dari hasil kuisioner yang dibagikan secara online kepada peserta yang menunjukkan mayoritas peserta bersedia menjadi pendukung kampanye keadilan iklim dan tidak keberatan bekerjasama dengan lintas agama.
Setelah berlangsung dua jam lebih kegiatan pun ditutup dengan foto bersama dan pemberian kenang kenangan dari penyelenggara. (*)
Kontributor: Hening/Iwan