Oleh: Shohibul Anshor Siregar
“Soal beras, soal dunia. Soal kedudukan, soal dunia. Dalam keadaan bobrok seperti sekarang ini, kita harus lebih dekat kepada Allah dan jangan biarkan (diri) kita hanya mengeluh. Iman itu harus kita perteguh. Jangan mudah terbujuk oleh apa pun. Juga jangan takut kepada ancaman….”
Kalimat di atas adalah cuplikan mulai menit ke 17:10 dari sebuah filem terkenal tentang sejarah kelam Indonesia, yakni filem yang berjudul “Pemberontakan G30 S / PKI”.
Dihubungkan dengan keadaan kita sekarang ini, tampaknya ada kesamaan. Krisis ekonomi dan krisis politik yang terus meningkat. Perpecahan di antara anak bangsa yang terus membahana. Khusus yang menerpa umat Islam ialah Islamofobia yang terus-menerus mempersulit ruang gerak dakwah.
Dari semua permasalahan itu kiranya kita sangat memerlukan penegasan pendirian, yakni: kembali merujuk kepada wahyu Allah, antara lain:
Pertama, Wa’tashimu bihablillahi jami’an wa laa tafarraqu. Artinya, berpegang-teguhlah kamu sekalian pada tali Allah, dan jangan bercerai-berai. (QS Ali Imran: 103).
Kedua, innallaha la yughayyiru ma bi qoumin hatta yughayyiru ma bi anfusihim. Artinya, sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sampai mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri. (QS Ar ra’d: 11).
Umat Islam sebagai mayoritas penduduk di Indonesia adalah sebaiknya menjadi tumpuan perubahan dan penyelamatan bangsa. Umat Islam Indonesia sebagai mayoritas muslim dunia, dengan sendirinya pula sebaiknyalah menjadi tumpuan perubahan dunia yang lebih baik ke depan.
Mari kita maknai kembali dengan penuh ketaqwaan, ayat yang dijadikan sebagai alasan berdirinya organisasi Muhammadiyah pada tahun 1912 yang lalu, yakni:
“Waltakun minkum ummatun yad’una ilal-khairi wa ya`muruna bil -ma’rufi wa yan-hauna’anil-mungkar, wa ulā`ika humul-muflihun”. Artinya, dan hendaklah ada diantara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung. (QS Ali ‘Imran:104).
Di tengah krisis multi dimensi sekarang ini, sangat diperlukan kepeloporan umat, dan Muhammadiyah harus memerankan diri dengan sebaik-baiknya demi mardhatillah.
Nasrun minallah wa fathun qarib, wabasysyiril mu’minin. (*)
Penulis adalah Dosen FISIP UMSU dan Ketua LHKP PW Muhammadiyah Sumut