Berikut penulis hadirkan kisah nyata persahabatan yang mengharukan.
Pada tahun 2014, ada seorang ustadz mendapat undangan ceramah ke luar kota. Berangkatlah beliau dari rumah menuju bandara Soekarno-Hatta dengan taksi.
Sepanjang perjalanan beliau ngobrol dengan Supir Taksi (ST)
Ustadz : “Ngomong-ngomong, sudah berapa lama menjadi supir taksi pak?” .
ST : “Owh belum lama pak, baru beberapa bulan saja”.
Ustadz: “Ooh begitu, memang sebelumnya kerja di mana?”.
ST : ” Dulu sempat kerja di perusahaan perkapalan di Surabaya pak, kebetulan dulu pernah ambil Teknik Mesin di
ITS, terus perusahaannya bangkrut jadi saya terkena PHK, lama nganggur di Surabaya akhirnya saya putuskan pindah ke Jakarta.
Ustadz : ” Wah, sayang sekali ya, ngomong-ngomong anak sudah berapa? “.
ST : “Alhamdulillah sudah 4 pak, yang besar sebentar lagi lulus SMA “.
Ustadz: ” Oh begitu, kalo boleh tau, narik taksi sehari bersih bisa dapat berapa? “.
ST : ” Ya Alhamdulillah pak, kalo di rata-rata sehari bisa dapet Rp 75.000, kalau sedang rame bisa sampai Rp 150.000, dan nggak tentu jugalah pak “.
Ustadz: ” Oh ya, tapi sebelumnya mohon maaf nih, emang segitu cukup buat anak istri … ? “.
ST : ” Ya insya Allah cukup pak, daripada gak ada sama sekali “.
Ustadz: ” Masyaa Allah, kok bisa cukup ya pak, ini di Jakarta lho … ? “.
ST: ” Ya kalo dihitung-hitung sih nggak cukup pak, tapi sekarang saya merasa lebih tenang pak. Alhamdulillah sekarang kerja bisa sambil ngurus masjid. Alhamdulillah juga saya masih bisa rutin sedekah,10% dari hasil naksi saya infakkan ke masjid “.
Ustadz : ” Ya Allah, jadi uang segitu masih dipotong lagi buat sedekah .. ?”.( tak terasa air matanya menetes haru ).
ST : ” Iya pak, mumpung Allah lagi ngasih kesempatan saya bersedekah, dulu waktu masih jaya boro² saya mau sedekah pak. Makanya habis apa yang saya miliki. Saya bersyukur kali sekarang bisa dekat sama Allah “.
Tak terasa, mobil sudah memasuki portal menuju terminal 1B Soetta, argo menunjukkan 115 ribu lalu dibayar oleh Pak Uyad 150 ribu. Karena rasa haru yang mendalam dari cerita supir taksi tadi, sebelum keluar dari mobil pak Ustadz mengeluarkan lagi uang Rp 2.000.000 dan diberikannya ke bapak supir tersebut.
“Ini buat anak istri di rumah ya, salam buat keluarga “. sambil beranjak keluar dari mobil. Tiba-tiba bapak supir keluar dari mobilnya dan menyusul Ustadz.
“Masyaa Allah pak, ini kebanyakan ” sambil menyodorkan kembali uang tersebut.
“Oh nggak papa, kebetulan saya lagi ada titipan rezeki dari Allah dan saya mau sedekah sama orang yang Ahli Sedekah, senang bertemu dengan bapak. Tolong jangan dikembalikan. Berilah kesempatan Malaikat mencatat sebuah Amal Jariyah buat saya “. jawab Ustadz.
Dengan mata yang berkaca-kaca, pak supir menerima uang tersebut sambil memeluk Ustadz. Mereka berpisah dan suasana haru itupun berlalu. Sebagaimana detik yang lari meninggalkan waktu.
Pada tahun 2016, di suatu malam, Ustadz sedang bersilaturahmi dengan teman-temannya di lobby hotel Jawa Mariot, ketika asik ngobrol, tiba-tiba datang office boy (OB) yang menghampirinya sambil menyerahkan sebuah amplop.
“Apa ini … ? ” tanya Ustadz,
“Tak tau pak, saya disuruh sama bapak yang di luar tadi, itu titipan dari dia pesannya, supaya diserahkan ke bapak “, jawab office boy.
“Bapak yang mana … ? “, tanya Ustadz.
“Wah, saya juga gak kenal pak, orangnya di luar sana pak” jawab office boy.
Melihat kejadian itu, salah satu teman Ustadz yang kebetulan berdinas di kepolisian memberi saran untuk segera membuka amplop tersebut dan ternyata di dalamnya berisi uang US 2000 dollar. Dalam kondisi keheranan dan terkejut, muncul rasa penasaran dan curiga, jangan-jangan uang ini diberikan sebagai jebakan, apalagi zaman sepeti ini dengan kasus maraknya terbunuhnya Brigadir J dan enam syuhada pengawal Habib Rizik di KM 50. Akhirnya Ustadz berlari keluar hotel meninggalkan temannya di lobby.
“Mana bapak yang memberikan amplop ini … ? ” tanyanya kembali ke office boy yang menyerahkan amplop tadi. “Itu pak, bapak itu masih di luar “.
Dengan setengah berlari, Ustadz akhirnya menemukan bapak yang ditunjuk OB tadi.
“Pak, maaf ya, bapak yang ngasih amplop ini … ? Apa maksudnya? bapak siapa … ? ” tanyanya dengan nada agak meninggi karena beliau takut sedang menerima jebakan dari seseorang.
“Iya saya pak, saya memang sudah lama mencari bapak, saya supir taksi yang pernah nganterin bapak dulu ke bandara, masak bapak lupa?”
“Waduh maaf pak, mana saya inget, saya sering naik taksi ” jawab Ustadz penasaran.
“Saya supir taksi yang 2 tahun dulu pernah bapak kasih uang Rp 2.000.000 “.
“Masyaa Allah maaf pak, saya benar-benar nggak ingat “.
“Saya yang pernah mengantar bapak dari Lebak Bulus ke terminal 1B pas bapak mau ke Bangka Belitung “.
Ustadz mulai mengingat kejadian 2 tahun yang lalu.
“Terus terang pak, saat itu saya memang sedang membutuhkan uang sebanyak itu untuk bayar kontrakan yang jatuh tempo. Hari itu juga sama saya harus bayar sekolah anak saya. Dan saya tidak tau lagi kemana harus saya cari uang sebanyak itu. Jadi ketika bapak kasih Rp 2.000.000 itu saya kaget sampe nangis. Saya berterima kasih sekali sama bapak ”
“Masyaa Allah pak, maafkan saya, saya baru ingat, Lagian itu kejadian 2 tahun yang lalu. Terus ini kenapa kok bapak ngasih sebanyak ini …? “.
“Saya cuma ingin berterima kasih saja sama bapak, Alhamdulillah pak sekarang saya sudah bekerja di perusahaan konsultan teknik untuk proyek-proyek”.
“Masyaa Allah pak, ya sudah pak saya terima tapi ini kebanyakan ” sambil bermaksud menyerahkan amplop itu kembali, namun ditolak …
“Ma’af pak, tolong diterima pak, jangan dikembalikan, berilah kesempatan Malaikat mencatat sebuah Amal Jariyah buat saya “.
Pelukan dan air mata mengiringi haru pertemuan kembali dua hamba yang saling mencintai karena Allah. Inilah kisah nyata yang penulis sadur dari salah satu group WhatsApp. Mudah-mudahan saduran kisah bisa menginspirasi untuk menggapai syafaat sahabat.
Kita sebagai manusia tentu banyak kekurangan, jauh dari sempurna. Ketika ada orang yang menyukai kita kembalikan pujian itu kepada Allah. Ketika ada orang yang tidak menyukai kita, kembalikan kepada hak orang tersebut, tugas kita mengintroseksi diri mengapa orang tidak menyukai kita. Dipuji takkan terbang, dihina takkan tumbang. Nashrun Minallahi Wa Fathun Qarieb. (*)
Penulis adalah Ketua PD Muhammadiyah Kota Tegal