TAJDID.ID~Medan || Muhammadiyah sejak awal didirikan untuk melakukan tindakan nyata yang bersifat kultural dalam membela kaum lemah (musthad’afin) seperti mengembangkan pendidikan, panti asuhan dan pelayanan kesehatan
Demikian dikatakan Dekan Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU) Dr Faisal SH MHum ketika tampil sebagai pemateri dalam kegiatan Baitul Arqam Madya 2 Pemuda Muhammadiyah Sumatera Utara di Balai Diklat LPMP Sumut, (25-26/2022).
Pada kesempatan ini, Ketua Majelis Hukum dan HAM PW Muhammadiyah Sumut ini membawakan materi “Jihad Konstitusi Muhammadiyah dan Konstitusionalisme Indonesia”.
Kemudian Faisal menjelaskan tentang interaksi Muhammdiyah dengan institusi negara. Mengutip Saud El Hujaj, Faisal membaginya ke dalam tiga model.
Pertama, Muhammadiyah tidak ikut campur dalam perpolitikan negara seperti yang dilakukan pada masa kolonial Hindia- Belanda—dengann pengertian Muhammadiyah bukan agen negara dan bukan musuh negara.
Kedua, Muhammadiyah diposisikan sebagai subordinat kekuasaan yang memaksa sebagaimana terjadi pada masa pendudukan Jepang. Namun hal itu membawa kepada keselamatan organisasi dan tetap berlangsungnya AUM dalam mengupayakan amar ma’ruf nahi munkar.
“Ketiga, Muhammadiyah masuk ke dalam wacana negara dan partai politik yang dapat dilihat dari keterlibatan tokohnya dan artikulasi kepentingannya melalui partai politik,” ujar Faisal.