TAJDID.ID~Lahat || Pimpinan Pusat (PP) Aisyiyah bersama Pimpinan Wilayah (PW) ‘Aisyiyah Sumatera Selatan dan Pimpinan Daerah (PD) ‘Aisyiyah Lahat melaksanakan kegiatan Focus Group Discussion (FGD) guna mengetahui atau mengidentifikasi permasalahan yang ada di masyarakat khususnya seperti stunting, pernikahan anak, Hak-hak Kesehatan Seksual dan Reproduksi (HKSR), Pemberdayaan ekonomi dan kaum disabilitas.
Program inklusi yang dilaksanakan di kantor Camat kikim timur Kabupaten Lahat, (15/06/2021) dianggap penting dalam rangka pemetaan problem stunting dan perkawinan anak untuk peningkatan derajat kehidupan perempuan miskin.
Kegiatan FGD di hadiri oleh Pemerintah Desa, Puskesmas, tokoh masyarakat, Kepala Desa, masing-masing puskesmas (mewakili Cempaka sakti, Bungamas, Banyumas, Purbamas), kader, remaja dan dan penerima manfaat dari masing-masing desa.
Bidan Efti Mulyani yang juga bekerja di salah satu puskemas mengatakan, bahwa stunting ini terjadi karena beberapa hal, seperti faktor pendidikan orang tua yang rendah, pernikahan anak yang tidak tercatat di KUA karena usia pernikahan kurang dari 19 tahun, dengan pernikahan anak ini menyebabkan kesejahteraan yang kurang, ekonomi yang kurang pada akhirnya menyebabkan terjadinya stunting.
“Jadi mungkin stunting itu hanya akhirnya saja sebenarnya banyak faktor penyebab terjadinya,” ujarnya.
Menurut Efti, penangangan stunting ini adalah tugas bersama, tidak hanya membantu anak yang stunting tetapi bagaimana juga mencegah biar stunting selanjutnya tidak ada atau tidak terjadi lagi pada generasi selanjutnya.
“Dengan cara bermitra melalui mitra kerja dengan kepala desa, puskesmas dan juga kecamatan, misalnya dari kecamatan membuat payung hukum untuk pernikahan anak di bawah umur tidak diperbolehkan, bahkan kalau bisa payung hukumnya bisa menjamah semua kalangan,” tutur efti”.
Salah satu kepala desa yang hadir yakni Mushlih Abdullah mengatakan bahwa masalah stunting yang ada di desa memang ada tapi tidak banyak, hal ini dikarena banyak faktor seperti pendidikan, ekonomi, pernikahan dibawah umur, KDRT, dan lain sebagainya.
Salah satu tokoh masyarakat yang hadir dalam FGD tersebut menegaskan bahwa masyarakat untuk perkawinan anak di bawah umur ini sangat menjadi perhatian karena faktor gudget.
“Di tempat kami lulus SD belajar cari uang sendiri dengan bertani berkopi misalnya merasa punya penghasilan sendiri sehingga ketika di diberi arahan orang tua susah, sekolah susah kadang anaknya tidak mau dan ini menyebabkan terjadinya pergaulan bebas sehingga terjadi perkawinan anak,” ungkapnya.
Sementara Kepala Puskesmas John Sapri mengatakan, bahwa edukasi atau pendidikan kesehatan sudah mereka lakukan selama ini melalui penyuluhan-penyuluhan dan konsultasi secara langsung pada saat melakukan kegiatan seperti posyandu, baik posyandu balita lansia maupun posyandu remaja.
Menanggapi hal tersebut, Rosyidah peneliti Inklusi dari Pimpinan Pusat `Aisyiyah yang didampingi oleh Rokhmayanti MPH (FKM UAD) dan Rhipiduri, M.Kes (Stikes ‘Aisyiyah Palembang), mengatakan, bahwa bekerjasama dengan dinas-dinas terkait sangat penting sekali.
“Itulah gunanya kegiatan FGD ini diadakan, penanganan stunting, perkawinan anak ini tidak bisa di lakukan oleh satu pihak tapi melibatkan berbagai pihak. Baik Aisyiyah maupun toko masyarakat, puskesmas, tokoh agama dan pihak terkait untuk bergandengan tangan bekerja sama dalam upaya pendampingan perubahan perilaku masyarakat dengan komunikasi dua arah, informasi dan edukasi serta upaya kesehatan berbasis masyarakat diperlukan dalam penanganannya,” tutur Rosyidah.”
“‘Aisyiyah berharap agar perempuan dapat diberikan kesempatan untuk berperan di ruang-ruang publik agar isu-isu soal perempuan bisa diatasi bersama-sama. Setelah kita lakukan pemetaan masalah, maka kita akan lakukan solusi program pemberdayaan dengan berkolaborasi dengan banyak pihak,” tutup Rosyidah. (*)
Kontributor: Marta Pujiono