TAJDID.ID || Ketua Umum PP Muhammadiyah, Prof Dr Haedar Nashir MSi mengatakan, Majelis Pustaka dan Informasi (MPI) harus menjadi pilar terdepan dalam menjalankan peran Muhammadiyah, bukan cuma untuk beradaptasi dalam era baru Revolusi 4.0, tapi juga memanfaatkan era digital tersebut sebagai sarana dakwah Muhammadiyah.
“Dakwah (tabligh) Muhammadiyah, termasuk lewat dunia digital yang begitu rumit dan kompleks namun sangat efisien, cepat dan mudah, harus menjadi komitmen kelembagaan,” ujar Haedar ketika memberikan arahan dalam acara pembukaan Silaturrahmi Nasional MPI Se-Indonesia, Sabtu (11/6).
“Saya percaya MPI sudah memulai itu dan terus mengembangkan persyarikatan ini untuk mampu berperan untuk menjalankan fungsi dakwah dan tajdid di era kehidupan yang semakin super modern, dimana revolusi iptek menjadi terdepan saat ini,” imbuhnya.
Karena itu, melalui Silatnas ini, Prof Haedar meminta MPI untuk merumuskan konsep dan strategi yang paling bisa dilakukan, sehingga Muhammadiyah mampu hadir di era digital dengan peran yang proaktif, dinamis, progresif dan bisa menghadirkan dakwah yang mencerahkan, memberdayakan, memajukan dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
Kemudian, dalam konteks syiar Muktamar, Prof Haedar meminta seluruh organ bersinergi dan berintegrasi untuk menyukseskan Muktamar ke-48 Muhammadiyah/’Aisyiyah.
“MPI dan seluruh organ yang menjadi pelaksana Muktamar harus mampu bersinergi dalam rangka menyukseskan Mukatamar Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah dari segi syiar,” harapnya.
Prof Haedar mengatakan, Muhammadiyah melaksanakan Mukamar masih dalam suasana pandemi yang diharapkan terus melandai. Agar Muhammadiyah bisa melewati masa transisi ini dengan cerdas dan bijak, maka peran syiar atau dakwah bersifat digital, media sosial dan pengguaan seluruh teknologi informasi yang meluas menjadi sebuah keniscayaan.
“Di era sekarang ini, masyarakat dan warga sudah terbiasa dengan informasi yang cepat, mudah dan akurat lewat media digital yang makin canggih dan media sosial yang menjadi cultur baru kita, maka harus diisi oleh MPI dan seluruh organ pelaksanaan muktamar untuk mensyiarkan sebaik mungkin, sebagus mungkin dan seluas mungkin. Curahkan perhatian untuk memproduksi berbagai macam informasi, gagasan, pemikiran terkait Muktamar dapat dilakukan,” kata Haedar.
“Saya percaya dengan syiar yang kita dirancang dengan baik dan dilakukan secara total akan menjadikan Mukatamar ini syiarnya akan lebih meluas, membekas dan memberi makna,” tambahnya lagi.
Bahkan, lanjut Prof Haedar, harus ada proses demokratisasi syiar Muhammadiyah. Artinya semarak Muktamar dan dakwah Muhammadiyah tidak hanya terkosentrai di Yogyakarta, Surakarta maupun Jakarta, teapi juga meluas hingga ke wilayah dan daerah.
“Dengan itu, maka Muktamar akan dapat dirasakan langsung oleh masyarakat luas. Apalagi tidak semua warga persyarikatan bisa hadir di arena Muktamar, maka saatnya kita konversi seluruh rangkaian informasi, acara-acara dan publikasi yang disyiarkan secara digital,” kata Haedar.
Karena itu, kata Prof Haedar, kendala-kendala yang dihadapi daerah harus jadi pikiran MPI, bagaimana caranya memanfaatkan perangkat amal usaha Muhammadiyah di daerah untuk mengatasinya.
“Sudah saatnya, selain jaringan organisasi, maka seluruh perangkat amal usaha yang kita miliki di daerah, mulai dari sekolah, perguruan tinggi, RS dan lainnya kita mobilisasi untuk menjadi tempat syiar di seluruh tempat,” pungkasnya. (*)