Islamofobia dan Sistem Dunia
Islamofobia di dunia Muslim dan di dunia Barat harus diakui sama-sama berasal dari latarbelakang ideologis dan epistemologis yang sama sebagaimana selalu terlihat dari kesamaan wacana Islamofobia dan perdebatan berkepanjangan antara masyarakat Muslim dengan masyarakat Barat. Hanya konteks sejarah, sosial, demografi, dan politik pada masing-masing masyarakat itu yang berbeda.
Rasisme anti-Muslim tidak hanya dihasilkan oleh hubungan mayoritas-minoritas, tetapi juga dari hubungan kekuasaana ntara kelompok yang kuat (powerfull) dan yang tidak berdaya (powerless). Hal ini lazim diperparah oleh perpecahan ideologis dan politik antara elit Muslim sekuler yang kebarat-baratan dan massa Muslim konservatif. Seorang Muslim bisa menderita penyakit Islamofobia sebagaimana fenomena self hating Muslim (tragedi Muslim yang membenci diri sendiri).
Islamofobia yang berbeda dan terfokus secara historis dalam masyarakat mayoritas Muslim dengan menempatkan Islamofobia terutama sebagai proses yang muncul dan dibentuk oleh wacana hegemoni Eurosentriskolonial yang berasal dari akhir abad ke-18, yang juga menekankan peran internalisasi oleh elit pasca-kolonial.
Karena itu selain telaah sejarah yang sahih, disarankan untuk melihat Islamofobia melalui lensa teori sistem dunia, rasisme epistemik, dan sekularisme. Tokoh-tokoh di dunia Muslim kerap mengalami apa yang disebut sebagai tragedi “Orientalisasi Diri” dan “Westernisasi Diri”, yakni bagaimana beberapa segmen masyarakat Muslim menyatakan identitas mereka, tradisi mereka dan pandangan dunia mereka sendiri yang justru melalui pandangan asing, yaitu orientalisme Barat yang sekularistik atau bahkan ateistik.
Proses inilah yang menjadi jawaban atas kemungkinan terjadinya fenomena jamak berupa kebencian pada diri sendiri oleh Muslim (self hating Muslim) yang ditengarai tidak hanya berakar pada penjajahan, tetapi lebih umum lagi dalam perjumpaan dengan Barat sekuler-modern khususnya yang terjadi begitu dahsyat pada pergantian abad ke-19.