Wacana Amendemen Kelima
Seperti diketahui, belakangan wacana amandemen UUD 1945 ke 5 kembali jadi perbincangan di tengah-tengah masyarakat. Wacan amaendemen ke 5 tersebut disampaikan oleh ketua MPR RI Bambang Soesatyo disidang tahunan MPR RI 2021.
Pan Mohamad Faiz menyebutkan, dari aspirasi yang berkembang di tengah-tengah masyarakat, setidaknya ada beberapa poin yang jadi alasan mengapa wacana amendemen ke 5 penting dilakukan, diantara;
Bentuk sistematika, koherensi dan konsistensi UUD 1945 (Pasal demi pasal)
- Kejelasan struktur dan wewenang MPR terkait GBHN/PPHN (Pasal 2 dan 3).
- Masa jabatan Presiden dan penguatan Sistem Presidensial (pasal 7, 11 dan pasal 13 serta pasal 14)
- Pemilu, Pilkad dan bentuk institusipemerintah (Pasal 18 dan Pasal 22E)
- Peran dan kewenangan DPD (Pasal 22D)
- Kekuasaan Kehakiman terkait kewenangan KY dan MK (Pasal 24B dan Pasal 24 C)
- 20% APBN dan APBD terkait dana alokasi pendidikan (Pasal 31)
- Penguasaan SDA yang dimiliki bukan oleh negara (Pasal 33)
- Konsep negara kesejahteraan (Psal 34)
- Keberadaan komisi independen dan badan-badan negara (belum diatur)
Soal Unamendable Provisions
Dia juga menyinggung soal klausul atau ketentuan yang tidak dapat diubah di dalam konstitusi (unamendable provisions, eternal provisions atau immutable principle).
Diungkapkannya, dari laporan riset diketahui 76 dar 103 negara (53 %) memiliki unamendable provisions (1989-2013).
“unamendable provisions berkaitan dengan constitutional identity,” jelasnya.
Mengutip Dainius Zalimas, ia menjelaskan ada 2 yang berhubungan dengan unamendable provisions, yakni; (1) Nilai universal: demokrasi, HAM dan negara hukum, dan (2) partikularistik: federalisme, peran agama di masyarakat dan pemisahan kekuasan.
“Sementara menurut Biljana Kostadinov, sifat unamendable provisions ada dua macam, yakni; Pertama, bersifat psikologis dan sosiologis yang berkaitan dengan identitas nasional suatu negara dan nilai-nilai kolektif yang menyatukan suatu bangsa atau negara. Dan kedua bersifat legal, yakni berkaitan dengan prinsip-prinsip ketatanegaraan yang bersifat pokok, namun bukan menentukan mengenai identitas bangsa atau budaya, seperti struktur fundamental dalam konstitusi,” sebutnya.
Referendum: Metode Terbaik Amendemen Konstitusi
Terakhir, setelah melakukan studi komperasi di pelbagai negara, maka menurutnya pengalaman dan praktik terbaik terkait amendemen konstitusi adalah referendum.
Dijelaskannya, metode referendum ini pun ada dua macam. Pertama, dari pengalam Jepang dan Korea, dimana referendum menjadi salahsatu pilihan terbaik sebagai metode untuk mengubah konstitusi, karena melibatkan rakyat secara langsung untuk memutuskan masa depan negara bagi rakyatnya sendiri pada sat itu.
“Kemudian kedua, belajar dari pengalan India dengan beberapa modifikasinya, metode referendum dapat dibatasi dengan penerapan hanya pada ketentuan yang diakui sebagai fitur-fitur dasar (basic titures) dari konstitusi Indonesia. Misalnya mengenai bentuk negara kesatuan dan berbentuk republik,” tutupnya. (*)