TAJDID.ID~Jakarta || Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Unifah Rasidi menuturkan, mendengar kisah nasib guru honorer memang bikin hati pilu. Sudah mengabdi selama puluhan tahun, masih ada yang menerima gaji Rp 200 ribu hingga Rp 300 ribu per bulan.
Dan demi mengubah nasib, para guru honorer ini harus menjadi pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK). Namun hal ini tak semudah yang dipikirkan.
“Mereka digaji Rp 200 ribu-Rp 300 ribu gimana mau bicara kompeten. Lalu mereka yang mengabdi puluhan tahun ini untuk bisa dikatakan kompeten harus lulus dengan passing grade sekian, sungguh tidak masuk akal,” ujar Unifah Rasidi, Jumat (17/9/2021) dikutip dari detik.com.
Sayang, kata Unifah, peluang para pahlawan tanpa tanda jasa ini untuk mengubah nasibnya relatif kecil. Ia mengaku, dirinya mendapat banyak pengaduan guru honorer yang tak lolos tes PPPK.
Dia mengatakan, seleksi PPPK yang diterapkan tidak berpihak pada mereka yang telah lama mengabdi. Sebab, semua guru honorer diberlakukan sama.
“Tapi kebijakan itu sungguh tidak berpihak kepada honorer, beda sekali dengan kebijakan dua tahun sebelumnya. Dua tahun sebelumnya adalah waktu K2, adalah rekrutmen berdasarkan, dipisah honorer itu diutamakan 35 tahun ke atas PPPK, dites sesama honorer, dan mereka yang daerah terpencil,” ujarnya.
“Kalau sekarang disamakan semuanya, dengan alasan kualitas ditentukan tes. Sementara kita sendiri, sudah menolak yang namanya tes ujian nasional untuk menentukan kualitas. Nah sekarang balik lagi,” tambahnya.
Menurut Unifah hal itu tidak manusiawi. Seharusnya dibedakan guru honorer berdasarkan usia dan masa kerja.
“Jadi bagi yang tua, yang sudah puluhan tahun, diperlakukan sama, sungguh tidak manusiawi, sungguh tidak mempunyai hati. Bahwa daerah-daerah yang jauh, komitmen guru untuk mendidik anaknya jauh lebih penting daripada semua hal yang gimik-gimik tes ini. Dan harusnya dibedakan berdasarkan usia dan masa kerja,” paparnya.
Sebuah surat atas nama Pengawas Ujian Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK), Novi Khassifa viral di media sosial. Surat itu ditujukan untuk Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim.
Diketahui, surat itu bercerita soal guru yang mengikuti seleksi PPPK. Surat itu juga dilengkapi tangkapan layar chat WhatsApp dengan narasi guru tersebut berusia 57 tahun.
Berikut surat yang viral tersebut:
Yang terhormat,
Mas menteri
Nadiem MakarimTak adakah rasa ngilu di dalam dada mas menteri melihat sepatu tua yang lusuh ini?
Memang benar sepatu tua ini terlihat bermerek, tetapi tahukan ini hanya sepatu loak apkiran
Tahukah Mas menteri,
Sepatu ini telah dipakai bertahun-tahun lamanya oleh si empunyaSeorang bapak dengan pakaian putih lusuh dan celana hitam yang warnanya sudah tak hitam lagi karena pudar.
Mendekati usia senja masih setia mengajari anak-anak di pelosok negeri ini membaca dan mengeja
Di saat putus pengharapan untuk mendapatkan hidup yang lebih layak. Beliau tetap semangat. Tak sekedar mengajar tetapi mendidik
Gaji di bawah lima ratus ribu sungguh tak cukup untuk makan sebulan. Apalagi untuk membeli sepatu
Terpaksa di saat pulang mengajar beliau mencari pendapatan tambahan sebagai pekerja serabutan
Tahun ini mas menteri memberikan secercah harapan untuk beliau. Program PPPK untuk memberikan harapan kehidupan yang lebih layak
Tetapi tahukah mas menteri? soal-soal yang mas menteri berikan hanya teori belaka saja. Tak sebanding dengan praktik pengabdian berpuluh-puluh tahun lamanya
Soal-soal yang membuat beliau terseok-seok ketika memegang mouse dan membuat kepalanya pening
Akhirnya, PASSING GRADE pun tak diraih. Pecahlah tangis beliau di dalam hati. Terlihat jelas ketika nilai-nilai itu terpampang di layar monitor. Beliau terdiam seribu bahasa.
Entahlah, apa yang dipikirkan. Melihatnya sayapun ikut terisak.
Memang benar beliau tak secerdas, sejenius, sekreatif mas menteri. Tetapi beliaulah yang menjadi pelita di tengah gulita buta aksara di pelosok negeri
Memang benar beliau tak pandai teknologi, tetapi tanpa teknologi beliau mampu membuat anak-anak negeri ini merangkai kata dari A hingga Z. Berhitung hal-hal dasar untuk memahami hidup
Memang benar para muridnya sebagian besar menjadi TKI dan TKW. Tapi tahukah mas menteri, bukankah mereka juga merupakan pahlawan penghasil devisa negara tercinta ini?
Beliau mempunyai andil yang besar dalam membangun negeri tercinta ini.
Sudi kiranya mas menteri memberikan keringanan untuk melihat beliau bisa menikmati masa tua dengan sepatu dan kehidupan yang layak
Tak usah diperumit
Jika tidak ada kebijakan untuk mengangkat derajat mereka, setidaknya di surga besok sepatu ini akan menjadi saksi bahwa ilmu yang beliau ajarkan sangat bermanfaat untuk keberlangsungan umat
Dari saya,
Novi Khassifa
Pengawas ruang PPPK
Ditulis dengan berurai air mata