Oleh: Shohibul Anshor Siregar
Salah satu ciri khas komunikasi politik Joko Widodo ialah berkata lain untuk fakta lain. Ekonomi meroket. Tidak utang. Swasembada pangan. Trisaksi. Anak-anak tidak emoh berpolitik, dadi jualan pisang wae. Banyak lagi yang lain.
Selama memimpin Indonesia, Joko Widodo adalah “petugas partai” pengusungnya, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. Kini sudah makin santer berita ia akan lanjut 3 periode. Ini pun sudah dibantahnya. Tetapi apa yang akan terjadi ke depan?
Dalam fenomena demokratisasi gelombang ketiga ini memang ramai elit yang untuk dan atas nama demokrasi berusaha mengejar insentif untuk diri dan lingkarannya antara lain dengan cara-cara legalistik formal (termasuk mengubah konstitusi).
Hal serupa ini selalu disebut sebagai efek bola salju. Di negara seperti China XI Jinping Siregar sudah berhasil mengubah konstitusi hingga ia akan menjadi pemimpin seumur hidup. Rusia sebelum ini sudah berhasil menggondol mandat pengabadian kepemimpinan Putin Siregar. Tahun lalu berhasil beroleh legitimasi untuk memimpin 16 tahun ke depan (rasanya ini untuk mengatakan seumur hidup juga).
Partai pemberi mandat kepada petugas partai tentu akan bersikap. Kita tahu Mega selalu ingin mengulangi sejarah, mengorbitkan trah Soekarno ke pentas kepemimpinan nasional.
Dalam selentingan luas saat ini yang disebut akan bersatu untuk Joko Widodo 3 periode itu ialah Prabowo Subianto. Kemana Puan Maharani? Nangis?
Tidak begitu rasanya. Isyu ini penuh resistensi. Maka dijadikanlah Prabowo dan Gerindra tameng perintis. Lalu saatnya tiba nanti, Petugas partai bisa menyeberang lagi mengukuhkan status sebagai petugas partai maju pilpres berpasangan dengan Puan Maharani.
Kisah kerjasama politik dan ketakterlaksanaan sudah pernah terjadi antara Mega dan Prabowo, antara lain bisa diketahui dari naskah perjanjian Batu Tulis.
Bagaimana kekuatan politik lain akan bereaksi? Ini bukan sebuah tantangan bagi kekuatan politik resmi, karena atas nama koalisi kelak mereka akan berhitung realistis dan pragmatis: reword apa untuk kami.
Rakyat akan marah? Rakyat itu mudah dikanalisasi. Media pun cukup ampuh menggiring atas nama dan untuk framing.
Sejarah akan terulang kembali? Ingatlah rakyat yang makin merana dan melarat. Titik. (*)
Penulis adalah Dosen FISIP UMSU, Ketua LHKP PW Muhammadiyah Sumut.