TAJDID.ID~Jakarta || Menteri Koordinator Politik Hukam dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud Md menyebut korupsi di Indonesia semakin parah. Dan menurutnya perguruan tinggi harus ikut bertanggung jawab atas kondisi tersebut
Diungkapkannya, pada era pascareformasi, korupsi sangat meluas dan perguruan tinggi menjadi salah satu terdakwa utamanya. Sebab para koruptor itu umumnya adalah lulusan perguruan tinggi.
“Karena itu, rektor di perguruan tinggi, harus memperhatikan ini,” ujar Mahfud Md dalam sambutan pelantikan Rektor Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ), Rabu (26/5/2021).
Menurut Mahfud, korupsi zaman Orde Baru terjadi secara besar-besaran, tapi terkonsentrasi dan diatur melalui jaringan korporatis dan Pemerintahan Soeharto.
“Korupsinya dulu dimonopoli di pucuk eksekutif dan dilakukan setelah APBN ditetapkan. Ini tak bisa dibantah, buktinya Orde Baru direformasi dan pemerintahan Soeharto secara resmi disebut pemerintahan KKN. Penyebutan itu ada di Tap MPR, UU, kampanye politisi, pengamat, disertasi, tesis, dan sebagainya,” sebut Mahfud.
Dan sekarang, lanjut Mahfud, setelah reformasi, korupsi malah makin meluas. Atas nama demokrasi yang diselewengkan, korupsi tidak lagi dilakukan di pucuk eksekutif, tetapi meluas secara horizontal ke oknum-oknum legislatif, yudikatif, auditif, dan secara vertikal dari pusat sampai daerah.
“Lihat saja para koruptor yang menghuni penjara sekarang, datang dari semua lini horizontal maupun vertikal,” katanya.
“Kalau dulu korupsi dilakukan setelah APBN ditetapkan atas usulan Pemerintah, sekarang ini sebelum APBN dan APBD jadi sudah ada nego-nego proyek untuk APBN dan APBD,” imbuh Mahfud.
Kemudian Mahfud menyebut soal istilah ‘demokrasi kriminal’ yang pernah dilontarkan oleh Rizal Ramli. Dalam demokrasi, pemerintah tidak bisa lagi mengonsentrasikan tindakan dan kebijakan di luar wewenangnya.
Menurut Mahfud, situasi ini perlu kesadaran moral secara kolektif, sebab tak satu institusi pun yang bisa menembus barikade demokrasi yang wewenangnya sudah dijatah oleh konstitusi.
“Jika para aktor demokrasinya bermoral bobrok maka produk hukum dan pelaksanaannya pun akan bobrok. Hukum itu kan sangat ditentukan oleh moral para aktornya. Itulah tugas kita ke depan,” ujarnya.
Bagi Mahfud, demokrasi tetap yang terbaik, tapi perlu ditata ulang dengan keluhuran moral aktornya. Sehingga, demokrasi yang tumbuh adalah demokrasi substansial, bukan demokrasi kriminal.
“Ada dalil yang menyatakan bahwa dalam arti tertentu hukum adalah produk politik, jika moralitas politik bagus maka hukum dan penegakannya akan bagus. Tapi jika moralitas politik jelek maka hukum dan penegakannya juga akan jelek,” tutupnya. (*)