TAJDID.ID || Muhammadiyah dikenal sebagai organisasi yang menggunakan kata Persyarikatan. Penggunaan kata Persyarikatan menurut Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir memiliki makna filosofis yang wajib dipahami oleh warga, anggota dan kadernya.
“Kata Syarikah seperti dibahas pada tahun 1927 di Suara Muhammadiyah diambil dari (makna) perkumpulan beberapa orang untuk melakukan sesuatu untuk semufakat mungkin dan bersama-sama. Jadi istilahnya sudah sangat bagus dan indah,” jelas Haedar, Ahad (23/5).
Filosofi kata Persyarikatan harus dipahami oleh warga Muhammadiyah untuk mengutamakan hasil keputusan dan pikiran mufakat organisasi ketimbang pikiran individu-individu manapun.
“Jadi kata ‘syirkah’ diambil maknanya agar kita Muhammadiyah sebagai organisasi, sebagai himpunan itu terdiri dari orang-orang yang berkumpul, berhimpun menjadi satu, yang selalu bermufakat semufakat mungkin. Artinya ‘badlul juhdi’ (berusaha keras) untuk bermufakat pada hal-hal yang kemungkinan banyak berbeda dan menggerakkan organisasi secara bersama-sama,” imbuhnya.
Pemahaman pada kata Persyarikatan inilah yang membuat Muhammadiyah mampu bertahan lebih dari satu abad, manakala beberapa organisasi Islam bahkan hingga negara seperti Soviet, Yugsolavia dan semacamnya pecah dan lenyap karena tidak adanya unsur persatuan, kebersamaan dan mufakat.
“Pengalaman ini memberi penguatan pada kita bahwa Muhammadiyah kokoh dan tegak karena sistem yang mapan dan kita sanggah bersama. Tapi juga karena semangat persaudaraan yang terus kita pupuk bersama,” terang Haedar.
Masalah ke depan yang penuh dinamika harus dipahami oleh para anggota dan kader Muhammadiyah untuk terus mengedepankan kebersamaan, semangat persatuan dan musyawarah mufakat.
Semenarik apapun pendapat pribadi jika tidak sesuai dengan keputusan mufakat organisasi, bagi Haedar harus ditinggalkan demi kemasalahatan Persyarikatan.
Kiai Dahlan bahkan menurut Haedar pernah berpesan masalah serupa bahwa tantangan Muhammadiyah di masa depan akan jauh berbeda dengan saat ini. Sehingga langkah-langkah maju dan visioner perlu terus dimusyawarahkan.
“Ke depan tentu harus disertai dengan perangkat-perangkat pemikiran dan pergerakan yang harus semakin kuat, semakin dinamis, progresif dan berkemajuan. Kenapa? Karena pergerakan Muhammadiyah ke depan tentu dinamikanya juga lain,” tegas Haedar. (*)
Sumber: muhammadiyah.or.id