TAJDID.ID~Jakarta || Pengurus Perhimpunan Dosen Ilmu Hukum Pidana Indonesia.(Dihpa), Azmi Syahputra mengatakan, atas terbitnya SP3 pada Syamsul Nursalim pada 31 Maret lalu, maka sesungguhnya KPK telah lakukan “penyelundupan” hukum, menyimpang dari ketentuan Pasal 40 ayat (1) UU Nomor 19 Tahun 2019,
Azmi menjelaskannya, KPK sudah menyimpang dari maksud dari makna pasal tersebut, termasuk mengartikan makna Pasal 55 KUHP yang menyatakan bahwa perbuatan antara kasus Syafrudin Temenggung yang dibebaskan sama dengan kasus Nursalim yang dimaknai perbuatan yang dikualifikasi sama-sama.
Menurut alumni Fakultas Hukum UMSU ini, di sini KPK melakukan penerapan hukum yang salah, sudah lari dari kewenangan Pasal 40 ayat (1), KPK dapat menghentikan sebuah penyidikan tindak pidana korupsi yang tidak selesai dalam jangka 2 tahun.
“Ini kan penyidikannya sudah selesai, malah sudah disidangkan terdakwanya. Selain itu pula aturan ini tidak bisa berlaku surut, hanya berlaku bagi perkara setelah UU 19 tahun 2019 disahkan 17 oktober 2019, sedangkan perkara BLBI perkara yang sudah berjalan,” ujarnya.
Selain itu, kata Azmi, kalau KPK ikut menafsirkan dan memutuskan pertimbangan hukum atas unsur apakah terbukti atau tidak terbukti atas Pasal 55 KUHP.
“KPK di sini sudah masuk dalam ranah hakim, bukan lagi penyidik dan penuntut. Tindakan ini melampuai batas, SP3 yang tidak berdasarkan oleh hukum,” tegasnya.
Jadi, kata Azmi, walaupun perbuatannya yang sama sama dilakukan, namun punya karakteristik ,tipilogi serta kualifikasi peran masing-masing, dimana ada tindakan masing masing dalam kapasitasnya, syafrudin sebagai penyelenggara negara atau pejabat negara, sementara Nursalim sebagai pemegang saham/ pengusaha bank.
“Jadi ini beda, apalagi Nursalim melakukan misrepresentasi ( ada pernyataan atau keterangan palsu, kebohongan yang dilakukan oleh nya selaku pengendal BDNI),” kata Azmi.
Karenanya, menurut Azmi SP3 yang dikeluarkan KPK ini adalah SP3 yang aneh.
“Jelas ini membuat kekecewaan publik, karena tersangka bisa melenggang usai diberi hadiah oleh KPK atas terbitnya SP3. Jadi KPK harus mencabut dan menyisir serta menggali detail peristiwa pidana misrepresentasi yang dilakukan sebagai pintu masuknya yang dilakukan dengan sengaja untuk mendapatkan keuntungan pribadi. Dan ini nyata merugikan keuangan negara,” tutup Azmi. (*)