TAJDID.ID-Medan || Muhammadiyah perlu menauladani sikap dan pendirian Paus yang 4 April lalu megirim surat kepada para pemimpin lembaga keuangan dunia agar memotong utang negara-negara miskin.
“Kepedulian itu mencerminkan protesnya atas struktur yang menindas,” ujar Shohibul Anshor Siregar, Ketua Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) PW Muhammadiyah Sumut, Jum’at (9/4).
Menurutnya, tak salah atas nama keprihatinan mayoritas rakyat dunia, apalagi pada masa pandemi ini, Muhammadiyah juga menyerukan penghapusan utang negara-negara miskin.
“Muhammaiyah juga bisa sekaligus menasehatkan para kepala negara memastikan untuk menahan diri agar tak terus menambah hutang yang akan menjadi beban rakyat,” tegasnya.
Selain itu, kata dosen FISIP UMSU ini, Muhammadiyah juga perlu mengingatkan bahwa menurut sejarah negara-negara besar dan kaya itu juga melakukan kekejaman dengan menjajah negara-negara yang kini miskin.
“Bahkan mereka membuat kesepakatan membagi belahan bumi ini ibarat berbagi hasil curian saja,” ungkapnya.
Begitu juga, sambungnya, Muhammadiyah perlu menyarankan tata dunia yang lebih adil, penting diingatkan dari pada menyibukkan diri dalam perlombaan senjata dan meneror perasaan umat Islam dunia dengan war on terror yang akarnya ada pada kekejaman negara besar menebar ketidak adilan dan bahkan genosida.
“Muhammadiyah tidak perlu menunggu dijadwalkan bicara pada agenda forum dunia. Justru berkirim surat dari Jogjakarta lebih stategis menginterupsi mesin keberingasan sistem dunia,” sebutnya.
Seperti diberitakan reuters.com (8/4) Paus Fransiskus telah memberi tahu para kepala keuangan dunia bahwa negara-negara miskin yang terkena dampak ekonomi dari virus korona perlu dikurangi beban utangnya dan diberi suara yang lebih besar dalam pengambilan keputusan global.
Dalam sepucuk surat kepada peserta Dana Moneter Internasional dan pertemuan musim semi tahunan Bank Dunia, paus mengatakan pandemi telah memaksa dunia untuk berdamai dengan krisis sosial ekonomi, ekologi, dan politik yang saling terkait.
“Gagasan pemulihan tidak bisa puas dengan kembali ke model kehidupan ekonomi dan sosial yang tidak setara dan tidak berkelanjutan, di mana minoritas kecil dari populasi dunia memiliki setengah dari kekayaannya,” kata Paus dalam surat tertanggal 4 April.