Oleh: Shohibul Anshor Siregar
Tanner Mirrlees dan Taha Ibaid dalam laporan penelitian berjudul “The Virtual Killing of Muslims: Digital War Games, Islamophobia, and the Global War on Terror” mengkritisi secara tajam stereotip “Mitos Muslim” dalam sepuluh buah game perang digital populer yang dirilis antara 2001 dan 2012.
Temuan mereka, skenario keseluruhan permainan itu membenamkan pemain dalam fantasi patriarchal tentang “maskulinitas militer” dan menempatkan “Mitos Muslim” di bawah bidikan untuk dibunuh atas nama kepentingan Amerika Serikat dan keniscayaan apa yang disebut sebagai keamanan global.
Laporan ini memetakan konsekuensi-konsekuensi pertaruhan stereotip dan pengelompokan Muslim oleh game perang digital, dan menyoroti beberapa tantangan terhadap Islamofobia dalam industri game digital yang berkembang saat ini.
Kesepuluh game digital yang ditelitidan yang laporan lengkapnya diterbitkan oleh Islamophobia Research and Documentation Project, Center for Race and Gender, University of California, Berkeley pada Jurnal Studi Islamophobia Volume 6, No. 1 Spring 2021, hlm. 33-51 itu, ialah: “Conflict: Desert Storm” (2002); “Conflict: Desert Storm 2” (2003); “SOCOMUS Navy SEALs” (2002); “Full Spectrum Warrior” (2004); “Close Combat: First to Fight” (2005); “Battlefield 3” (2011); “Army of Two” (2008); “Call of Duty 4: Modern Warfare” (2007); “Medal of Honor” (2010); dan “Medal of Honor: Warfighter” (2012).
Ada 3 kriteria pilihan yang ditetapkan untuk kesepuluh permainan itu, yakni periode waktu permainan dirilis, materi pokok game, dan popularitas game. Kesepuluh game diterbitkan antara 2001 dan 2012. Itu adalah periode yang bersamaan dengan Perang Global AS yang sebenarnya melawan Teror di banyak negara mayoritas Muslim.
Konten naratif (cerita dan karakterinteraktif)dalam setiap game membenamkan pemain dalam peran pahlawan maskulin yang dimiliterisasi Anglo-Amerika dan mengadudomba para protagonis ini karakter musuh yang dapat dibunuh yang tersirat atau kemungkinan besar dianggap Muslim.
Game tidak semua secara langsung menyatakan bahwa musuh adalah Muslim.Tetapi dengan menempatkan mereka di dalam atau menyarankan mereka berasal dari negara mayoritas Muslim yang sebenarnya atau yang dibayangkan, mereka mengasosiasikan berhubungan dengan teritori, kawasan, dan zona yang banyak dimaksudkan dalam wacana kebijakan luar negeri AS pasca-9/11.
Juga, dengan mewakili tubuh, bahasa, suara, dan praktik musuh-musuh ini, permainan menyiratkan musuh-musuh ini adalah Muslim. Akibatnya, permainan perang digital ini dapat mendorong atau mereproduksi penyebaran persepsi bahwa semua orang di negara mayoritas Muslim adalah Muslim (meskipun demikian tidak demikian).
Tentang popularitas sebagai criteria pilihan, kata kedua penulis, 10 game yang dipilih adalah jenis paling laris dan review terbaik di genre-game perang yang dirilis dalam jangka waktu fokus.
Menurut mereka semua permainan digital perang yang mereka pelajari mengkontekstualisasikan produksi dan konsumsi kontemporer game perang digital yang berkaitan dengan “kompleks game-militer-digital” dan nyata serta simulasi kekerasan militer terhadap Muslim, dengan focus terutama pada penempatan militer AS game perang digital untuk melatih tentara membunuh dalam perang nyata di negara-negara mayoritas Muslim.
Tanner Mirrleesadalah Associate Professor dalam program Komunikasi dan Studi Media Digital di FakultasIlmuSosial dan Humaniora di Ontario Tech University. Karyanya antara lain Hearts and Mines: The US Empire’s Cultural Industry (UBC Press, 2016), Global Entertainment Media: Between Cultural Imperialism and Cultural Globalization (Routledge, 2013), co-author of EdTech Inc.: Selling, Automating and Globalizing Higher Education in the Digital Age (Routledge, 2019). Ia juga tercatat co-editor Media Imperialism: Continuity and Change (Rowman & Littlefield, 2019) dan The Television Reader (Oxford University Press, 2012).
SedangkanTaha Ubaid adalah pengajardari Ontario Tech University, Ontario, Canada. Pada Februari2019 yang lalu menerbitkan karya berjudul “Mengobarkan Perang Virtual Melawan Islam: Penilaian tentang Bagaimana Video Game Bertema Perang pasca-9/11 Memberi Stereotip pada Muslim.” (*)
Penulis adalah Dosen FISIP UMSU