Oleh: Shohibul Anshor Siregar
Membaca berita dari DPRD Provinsi Sumatera Utara hari ini, saya teringat beberapa tahun lalu memberi masukan akademis kepada Lembaga legislatif daerah itu saat di sana sedang berlangsung pembahasan sebuah Rancangan Peraturan Daerah (perda) untuk menghadapi bahaya narkoba. Tulisan ini bertolak dari naskah akademik yang saya sampaikan beberapa tahun lalu dalam perumusan perda dimaksud.
*****
Ketika diskusi “Menggelorakan Perang Terhadap Narkoba”, yang diprakarsai oleh Serikat Pengacara Indonesia (SPI) Kota Medan dan Gerakan Nasional Anti Narkoba (Granat) Kota Medan tahun 2016 lalu1, saya menegaskan pendirian saya sebagai berikut:
“Salah satu langkah penting mengikuti kondisi darurat narkoba saat ini ialah melibatkan TNI dibantu oleh instansi-instansi lain, misalnya dengan membentuk sebuah satuan operasi berjangka pendek yang secara langsung bertanggungjawab kepada presiden.”
Saya menyadari keterperangahan banyak orang ketika itu, tetapi tak satu pun yang berusaha membantah. Kesimpulan itu saya ikuti dengan beberapa kerangka berfikir sebagai berikut:
Pertama, mutlak pentingnya menghitung kebutuhan konsumsi narkoba nasional. Tanpa menghitungnya, perang terhadap narkoba adalah sebuah upaya sia-sia.
Kedua, integritas aparatur penegak hukum dalam perang terhadap narkoba. Banyak kejadian yang menjadi kisah legendaris yang menunjukkan kadar integritas yang amat lemah petugas resmi perlawanan terhadap narkoba yang justru berbalik gagang menjadi perisai utama.
Ketiga, masalah regulasi tentang narkoba. UU Nomor 35 tahun 2009 telah mencontohkan sebuah kenaifan dengan mencantumkan daftar narkoba pada lampiran yang menjadi bagian dari UU itu. Dipastikan bahwa tak sampai sehari setelah ditetapkannya UU itu, daftar peredaran narkoba di Indonesia dijamin sudah berubah. Muncul kecurigaan besar, apakah UU ini juga dikendalikan oleh para raja narkoba.
Keempat, partisipasi sosial masyarakat dalam perang terhadap narkoba. Di banyak Negara tak terkecuali Indonesia, partisipasi formal diatur sedemikain rupa. Namun, mereka berada pada garis demarkasi yang diciptakan sedemikian rupa untuk tidak boleh memasuki wilayah sesungguhnya. Mereka tak ubahnya ornamen yang dari segi tampilan mungkin saja seperti sungguh-sungguh. Namun, kenyataannya tidak demikian.