TAJDID.ID~Medan || Kapolri Jenderal Listyo Sigit Purnomo mengatakan penerapan Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) sudah tidak sehat.
“Penerapan dan penggunaan UU yang selama beberapa hari ini kita ikuti bahwa suasananya sudah tidak sehat,” kata Sigit dalam Rapim Polri yang disiarkan secara daring, Selasa, 16 Februari 2021.
Menaggapi pernyataan Kapolri tersebut, akademisi FISIP UMSU Shohibul Anshor Siregar mengatakan, bahwa era berbeda selalu mementingkan hal dan kebutuhan yang berbeda.
“Itulah rumusnya,” ujar Shohib, Selasa (16/2).
Dijelaskannya, periode pertama kepemimpinan Jokowi memang boleh disebut sangat memerlukan UU ITE itu. Tanpa UU ITE keleluasaan mengekspresikan gagasan dalam fasilitas demokrasi yang tersedia sangat mencerahkan sehingga dukungan politik apalagi agregat suara di TPS sangat terkait dengan tingkat kebebasan sebagaimana dijelaskan di dalam Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) yang setiap tahun dibuat dan diperbaharui oleh Bawaslu.
Menurutnya, kebebasan demokratis tak berhenti pada urusan kontestasi pemilu, tetapi pada keniscayaan memberi perimbangan atas tidak saja opini, namun juga kebijakan pemerintah.
Jangan lupa bahwa fakta oposisi Indonesia tidak terlembagakan secara sehat dan kuat dalam tubuh pemerintahan (DPR).
“Menyadari hal ini keniscayaan peran civil society menjadi sesuatu yang sangat penting mengisi kekosongan demokrasi. Oposisi non-parlemen tercatat di dalam sejarah selalu bisa lebih kuat ketika structural conduciveness terpenuhi. Itu yang terjadi saat Orde Lama dan Orde Baru tumbang,” ungkapnya.
Meski secara akademik ilmiah banyak orang menolak UU ITE, namun Shohib mengatakan tidak ada keberanian untuk mengkritisi. Legislatif tentu tahu bahaya UU itu ketika membahas di DPR, namun mereka adalah “pasukan bagi komandan mereka di dalam sistem kepartaian oligarki”.
“Itulah yang dijelaskan di dalam buku How Democracies Die (2018) oleh ilmuwan politik Universitas Harvard Steven Levitsky dan Daniel Ziblatt,” sebut Ketua LHKP PW Muhammadiyah Sumut ini.
Pada periode kedua, lanjut Shohib, situasinya relatif tak ada lagi urgensi kecuali merancang happy ending bagi kepemimpinan Joko Widodo.
Menurutnya, implementasi keinginan yang disampaikan oleh Kapolri itu sesungguhnya tidak sederhana. Karena secara sadar semua korban UU ITE harus dibebaskan diiringi oleh deklarasi pertaubatan nasional yang langsung disampaikan dari istana negara.
“Saya sangat mendukung itu,” tutupnya. (*)