TAJDID.ID~Medan || Tim Advokasi Korban Tragedi 7 Desember 2020 melaporkan kasus penembakan terhadap enam anggota Front Pembela Islam (FPI) ke International Criminal Court (ICC).
“Benar, tim advokasi yang melaporkan ke ICC melalui Office of The Presecutor ICC,” ujar Sekretaris Umum DPP FPI Munarman, dikutip dari Tempo, Selasa (19/1/2021).
Menanggapi hal tersebut, akademisi FISIP UMSU Shohibul Anshor Siregar mengatakan, bagi masyarakat dan pemerintah Indonesia, mencari keadilan itu tak berhenti pada limitasi duniawi, karena dengan Ketuhanan Yang Maha Esa yang dicantumkan dalam Pancasila Indonesia yakin masih ada peradilan tertinggi di akhirat nanti yang akan membenarkan yang benar dan menyalahkan yang salah seadil-adilnya.
“Di sana lembaga dan pengendalinya diaudit, tanpa peluang lolos sekecil apa pun,” ujar Ketua LHKP PW Muhammadiyah Sumut ini, Kamis (21/1/2020)
Karena itu, kata Shohibul, Jama’ah FPI dan keluarga korban km 50 tidak boleh berputus asa karena Allah melarang sikap itu.
“Saya kira adalah bagian sikap anti putus asa ketika mereka memutuskan akan membawa kasus ini ke peradilan internasional. Sekaligus tercermin sikap kesatria mereka bahwa dengan cara itu mereka tak hanya sekadar menuntut apa yang mereka pandamg menjadi hak normatif yang tak boleh direduksi dari diri mereka, tetapi juga sekaligus ingin berkontribusi kepada perbaikan mekanisme dan kelembagaan peradilan dan HAM secara universal,” jelasnya.
Shohibul tak menampik kemungkinan akan ada di Indonesia yang memandangnya sinis.
“Silakan saja. Namun yang jelas apa yang dipikirkan dan diperjuangkan komunitas ini adalah hal yang selain menjadi hak, juga sesuai mekansime yang diakui secara universal,” tegasnya.
“Risiko dipandang sebagai fakta ketidakbecusan dalam penghargaan HAM.tentu saja bisa muncul dalam pergaulan internasional,” imbuhnya.

Karena itu, menurut Shohibul, pemerintah dan lembaga penegak hukum, khususnya pihak Polri dan Komnas HAM, termasuk lembaga-lembaga nirlaba yang concern dengan keadilan dan HAM, tak terkecuali media dan perguruan tinggi, dapat menjadikannya sebagai peluang introsepeksi.
“Institusi TNI juga akan dengan sendirinya tersorot dengan mobilisasi personil untuk campur tangan dalam masalah FPI pada tahap-tahap awal pasca kepulangan HRS khususnya dalam operasi penurunan baliho dan spanduk HRS dan FPI,” tutupnya (*)