Oleh: Angga Saputra
KH. AR Fachrudin dengan nama kepanjangan Kiayi Haji Abdur RozzaqFachruddin adalah pemegang rekor paling lama memimpin Muhammdiyah yaitu selama 22 tahun 1968-1990.
Beliau lahir pada tanggal 14 Februari 1916 di Cilangkap, Purwanggan, Pakualaman, Yogyakarta. Ayahnya bernama KH. Fachruddin (seorang Lurah Naib atau Penghulu dari Puro Pakualaman yang di angkat oleh Kakek Sri Paduka Paku Alam VIII) yang berasal dari daerah Bleberan, Brosot, Galur, Kulonprugo. Sementara ibunya ialah Maimunah binti KH. Idris Pakualaman.
Pada tahun 1923 untuk pertama kalinya beliau Abdur Rozak bersekolah formal di Standaad School Muhammadiyah Bausasran tempatnya di Yogyakarta.
Tahun 1934, beliau dikirim oleh Muhammadiyah untuk misi dakwah sebagai guru di sepuluh sekolah dan sebagai mubaligh di Talangbalai selama sepuluh tahun. Ketika Jepang datang, beliau pindah ke Muara Meranjat, di Palembang pada tahun 1994.
Fachruddin mengajar di sekolah Muhammadiyah serta memimpin serta melatih Hizbul Wathan. Dan barulah beliau pulang ke kampung halaman. Sehingga dakwah beliau begitu lama sampai-sampai beliau di pindahkan terus-menerus.
Pengabdian beliau bukan di lingkungan Muhammadiyah saja, tapi juga di pemerintahan dan perguruan tinggi. Pak AR misalnya, pernah menjabat sebagai kepala Kantor Urusan Agama, Wates (1947). Tidak lama di jabatan tersebut, dia ikut bergerilya melawan Belanda, pada tahun 1950-1950.
Kemudiam, pada 1950-1959 ia menjadi pegawai di kantorJawatan Agama wilayah Yogyakarta, lalu pindah ke Semarang, sambil merangkap dosen luar biasa bidang studi Islamologi di Unissula, FKIP Undip, dan STO.Sedangkan di Muhammadiyah, dimulai sebagai pimpinan Pemuda Muhammadiyah (1938-1941).
Beliau menjadi pimpinan mulai di tingkat ranting, cabang, wilayah, hingga sebagai Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Jabatan sebagai Ketua PP Muhammadiyah dipegangnya pada 1968 setelah di fait accompli menggantikan KH Faqih Usman yang meninggal.
Pada Muktamar Muhammadiyah ke-38 di Ujungpandang, Pak AR terpilih sebagai Ketua. Hampir seperempat abad beliau menjadi orang paling atas di Muhammadiyah, sebelum digantikan oleh almarhum KH AzharBasyir (setelah tidak lagi bersedia dicalonkan dalam Muktamar Muhammadiyah 1990).
Nampak menonjol dari pribadi Pak AR adalah kesederhanaan, kejujuran, dan keikhlasan. Tiga sifat itulah, menurut AmienRais, warisan utama Pak AR yang perlu terus dihidupkan tidak hanya oleh kalangan Muhammadiyah.
Selaku pemimpin umat, Pak AR sangat sepi dari limpahan harta benda.
Kesejukannya sebagai pemimpin umat Islam juga bisa dirasakan oleh umat agama lain. Ketika menyambut kunjungan pemimpin umat Kristiani sedunia, Paus Yohannes Paulus II, di Yogyakarta dalam sebuah kunjungan resmi ke Indonesia, Pak AR menyampaikan ‘uneg-uneg’ dan kritik kepada Paus.
Kesempatan itu juga digunakan Pak AR menjelaskan pada Paus, bahwa agama harus disebarluaskan dengancara-cara yang perwira dan sportif. Kritik ini diterima denganlapang dada oleh umat lain karena disampaikan dengan lembut dan sejuk, serta dijiwai dengan semangat toleransi tinggi.
Pak AR juga dikenal sangat merakyat. Meski beliau menduduki jabatan puncak di organisasi Muhammadiyah, namun beliau tidak pernah jauh dari umat yang dipimpinnya. Ia memberikan seluruh diri dan hidupnya kepada Muhammadiyah.
Sebagai teladan dan sangat dihormati di keluarga, bukan berarti urusan keluarga menjadi prioritas. Baginya, keluarga adalah nomor dua, sementara Muhammadiyah dan umat adalah urusan pertama dalam hidupnya. Namun, dukungan keluarga sangat penting untuk menjalankan aktivitas dan amanat organisasi.
Selain sebagai seorang mubaligh yang sejuk, ia juga dikenal sebagaipenulis yang produktif. Karya tulisnya banyak dibukukan untuk dijadikan pedoman dalam beragama kepada masyarakat. Diantara karya tersebut telah tersebar kemana-mana di Indonesia. Contoh karya-karya beliau yaitu Naskah Kesyukuran; NaskahEntheng, Serat Kawruh Islam Kawedar; Upaya Mewujudkan Muhammadiyah Sebagai Gerakan Amal; Pemikiran Dan Dakwah Islam; Syahadatain Kawedar; dan lain-lain.
Ulama kharismatik ini tidak bersedia dipilih kembali menjadi Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah pada Muktamar Muhammadiyah ke-42 di Yogyakarta, Ia berharap ada alih generasi yang sehat dalam Muhammadiyah. Ia wafat pada 17 Maret 1995 di RumahSakit Islam Jakarta pada usia 79 tahun. (*)
Penulis adalah Mahasiswa ITB Ahmad Dahlan Jakarta